Ubaya Rilis Buku Ekspedisi Gunung Penanggungan fadjar January 16, 2014

Ubaya Rilis Buku Ekspedisi Gunung Penanggungan

Ubaya Rilis Buku Ekspedisi Gunung Penanggungan

Kamis, 16 Januari 2014 01:06:04
Reporter : Noor Maulidiyah

Surabaya (beritajatim.com) – Sejak dahulu, orang Jawa menempati posisi sentral dalam kisah sejarah Nusantara. Buktinya, kekayaan alam yang merupakan aset utama di Jawa, baik berupa gunung berapi, hujan tropis, pantai yang indah serta budaya yang bervariasi.

Demikian, maksud terbitan buku yang dituangkan Tim Ekspedisi Penanggungan UBAYA dalam bukunya yang berjudul ‘Mengenal Situs Purbakala di Gunung Penanggungan’ adalah mengenalkan bahwa ada sebuah gunung yang bernama Penanggungan, yang patut untuk diangkat sebagai ikon. Dimana, sebuah kepedulian untuk melestarikan dan mengelola berbagai aset yang belum tercemar demi kepentingan masyarakat Indonesia.

Launching buku ini diselenggarakan di Gedung International Village Kampus Tenggilis Universitas Surabaya, jalan Kalirungkut Surabaya. Dikatakan Lutfi, pakar Epigraf, pengambilan judul ini agar seluruh masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya situs-situs bersejarah di Gunung Penanggungan yang patut dilestarikan dan dijaga sebagai warisan budaya Indonesia.

Buku yang membahas situs-situs purbakala yang jumlah keseluruhannya sebanyak 116 situs tersebar di lokasi Gunung Penanggungan. Namun, sejauh ini masih 37 situs yang sudah terkuak dalam ekspedisi ini. Bisa dikatakan dengan jumlah ini, Gunung Penanggungan sudah bisa disebut sebagai gunung yang memiliki jumlah situs cagar budaya terbanyak di Indonesia. Gunung ini bisa disebut sebagai Gunung Fuji-nya Indonesia yang mana di Jepang Gunung Fuji dikenal sebagai gunung suci yang memiliki makna budaya dan agama bagi masyarakat Jepang.

Situs-situs cagar budaya yang ditemukan oleh Tim Ekspedisi Penanggungan Ubaya merupakan bukti arkeologis tentang makna budaya gunung ini bagi masyarakat Jawa (Nusantara) di masa silam. ‘Penyusunan buku ini sebagai sumbangsih kami kepada siapa saja, sebagai upaya untuk melestarikan, menjaga, serta mengelola aset-aset Indonesia yang masih belum tergali,’ papar Hadi, Ketua Tim Ekspedisi Gunung Penanggungan.

Lutfi dan Hadi berharap dengan adanya buku ini, paling tidak untuk wacana baru bagi masyarakat bahwa masih banyak situs-situs purbakala yang tersembunyi di Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk mengelola dan melestarikan situs-situs tersebut. [nur/kun]

Ubaya Minta Pemerintah Kembangkan Cagar Budaya-Alam Penanggungan
15 Jan 2014 15:29:09| Budaya Pariwisata | Penulis : Edy M Yakub

Surabaya (Antara Jatim) – Tim Ekspedisi Gunung Penanggungan Universitas Surabaya (Ubaya) mengusulkan Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Timur untuk mengembangkan cagar alam dan cagar budaya di kawasan Gunung Penanggungan, Mojokerto-Pasuruan, Jatim, sebagai objek wisata alam dan budaya.

‘Usulan kami adalah kawasan cagar alam dan budaya Penanggungan itu dijadikan satu paket dengan Museum Trowulan, Mojokerto, sehingga Penanggungan-Trowulan akan setara dengan Borobudur di Magelang dan bahkan setara Gunung Fuji di Jepang,’ kata ketua Tim Ekspedisi Ubaya, Hadi Sidomulyo, dalam peluncuran buku hasil ekspedisi di kampus setempat, Rabu.

Didampingi dua anggota tim ekspedisi Ubaya, yakni Ismail Luthfi (arkeolog) dan Kusworo Rahadyan (pendidik dan konsultan pelatihan luar ruang), budayawan yang berkebangsaan Inggris itu menjelaskan perjalanan sejarah yang dilakukan tim ekspedisi selama kurun 2012-2014 menemukan bahwa Penanggungan merupakan kawasan purbakala terkaya di Indonesia yang belum tergali.

‘Gunung Penanggungan itu merupakan kawasan spiritual sejak zaman Mataram hingga Majapahit, sehingga situs yang tersimpan pada satu gunung inti, empat gunung sekunder, dan empat bukit penyangga di kawasan itu berasal dari enam abad, karena angka yang tercatat di sana menyebutkan sejak abad ke-10 (899 Saka atau 977 Masehi) hingga abad ke-16,’ paparnya.

Sementara itu, kawasan Museum Trowulan merupakan kawasan administrasi. Jadi, urusan pemerintahan Kerajaan Majapahit ada di kawasan Trowulan, sedangkan urusan spiritual ada di kawasan Penanggungan, bahkan di Penanggungan meliputi enam abad dari zaman Mataram hingga zaman Majapahit.

‘Buku hasil ekspedisi yang kami tulis dengan judul ‘Mengenal Situs Purbakala di Gunung Penanggungan’ dan diterbitkan Ubaya Press pada November 2013 itu mengupas lima hal, di antaranya keunikan Penanggungan yang memadukan alam dengan budaya yang disebut Unesco sebagai ‘cultural landscape’ dengan contoh Gunung Fuji di Jepang,’ tuturnya.

Selain itu, buku itu juga mengupas tentang pentingnya situs di Penanggungan, perlunya pelestarian Penanggungan yang komprehensif, pengembangan Penanggungan yang memadukan konsep wisata dan pendidikan, serta kesiapan UTC (Ubaya Training Center) atau kampus III Ubaya di Penanggungan menjadi pusat informasi sejarah dan petualangan di Penanggungan.

‘Meski bukan hasil penelitian, melainkan hasil ekspedisi, namun buku itu dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari penelitian tentang Penanggungan yang terakhirnya kalinya dilakukan tim Dinas Purbakala RI pada tahun 1991, sehingga 20 tahun lebih tidak ada lagi penelitian tentang Penanggungan, sehingga kami mewarnai kevakuman itu dengan buku yang juga menggunakan sembilan referensi dari karya peneliti asing dan dalam negeri,’ tukasnya.

Pemerhati budaya dan sastra Indonesia itu mengatakan objek wisata yang menjadi primadona di Jatim selama ini adalah Bromo, sedangkan Trowulan tidak mampu menjadi ikon. ‘Dengan perpaduan ‘paket wisata Penanggungan dan Trowulan diharapkan akan memunculkan ikon baru yang bukan hanya menjadi alternatif dari Bromo, tapi justru menjadi alternatif dari Borobudur,’ ujarnya.

Apalagi, tim Ubaya menemukan 116 situs di kawasan Gunung Penanggungan itu. ‘Penelitian terakhir menemukan 44 situs, padahal kami menemukan 116 situs itu pada ‘gunung inti’ dan kami perkirakan di empat ‘gunung sekunder’ masih ada 50-an situs serta ada pula di empat ‘bukit penyanggah. Jadi, kalau Penanggungan digarap serius akan mampu menandingi Borobudur,’ katanya.

Senada dengan itu, anggota tim yang juga arkeolog Ismail Luthfi menyebutkan beberapa keunikan situs di Penanggungan dibandingkan dengan situs lainnya antara lain ada puncak inti dan puncak sekunder serta bukit penyanggah yang memiliki arca-arca atau candi yang spesifik, karena seluruh candi atau arca yang ada menempel pada dinding gunung.

‘Gunung Penanggungan itu juga memiliki fungsi yang khas yakni fungsi religi, karena itu di masa lalu disebut Gunung Pawitra atau Gunung Suci, meski ketinggian Penanggungan tidak ada separuh dari Gunung Semeru yakni hanya 1.653 mdpl, sehingga potensinya cukup banyak, seperti potensi wisata, potensi keilmuan (arkeologi), potensi budaya, dan sebagainya,’ ucapnya.

Sementara itu, pendidik dan konsultan pelatihan luar ruang ‘UTC’ Kusworo Rahadyan mengatakan tim ekspedisi Ubaya siap menyampaikan usulan atau rekomendasi tentang ‘paket’ Gunung Penanggungan dan Trowulan dalam pertemuan dengan Gubernur Jatim pada 16 Januari 2014.

‘Kami akan minta Gubernur Jatim menerbitkan SK yang menetapkan Gunung Penanggungan sebagai kawasan riset, sehingga ada ‘payung hukum’ yang aman untuk pengembangannya, kemudian kami juga mengusulakn penetapan Penanggungan sebagai kawasan cagar budaya dan cagar alam, serta pelibatan masyarakat dan UTC sebagai ujung tombak pelestarian,’ katanya.(*)

Sumber: https://www.antarajatim.com

Lebih 113 Situs Purbakala Ada di Gunung Penangungan

suarasurabaya.net – Berdasarkan pencatatan Tim Ekspedisi Penanggungan Universitas Surabaya (Ubaya) ditemukan lebih dari 113 situs purbakala tersebar di gunung Penanggungan.

Tim ekspedisi yang dibentuk sejak tahun 2012 tersebut, dan dipimpin Hadi Sidomulyo warga negara Inggris, hingga saat ini masih aktif terus melakukan riset serta penelitian tentang situs purbakala yang ada di Penanggungan.

Tim ini berkeyakinan bahwa banyaknya situs purbakala yang tersebar di gunung Penanggungan tersebut erat kaitannya dengan puncak Mahameru yang juga diyakini masyarakat sebagai satu diantara gunung suci.

Dan mitos itu kemudian mmunculkan konsentrasi banyak situs purbakala yang tersebar di gunung Penanggungan yang terlihat kecil tetapi bermakna besar bagi kehidupan masyarakat Jawa.

Diperkirakan jumlah 113 itu akan terus bertambah mengingat kemungkinan masih banyaknya situs cagar budaya yang tertimbun longsoran atau tertutup semak.

‘Buku Mengenal Situs Purbakala Gunung Penanggungan yang ditulis Hadi Sidomulyo ketua tim ekspedisi Penanggungan ini tidak hanya berkutat soal situs itu. Tetapi kami berharap menjadi guidance bagi mereka yang ingin tahu situs purbakala di Penanggungan,’ ujar Kusworo Rahadyan mewakili Tim Ekpedisi Penanggungan Ubaya.

Dari buku yang diluncurkan di kampus Ubaya, Rabu (15/1/2014) ini, juga diharapkan menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menjadikanGunung Penanggungan sebagai zona cagar alam dan budaya dengan merujuk kepada UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya.(tok/rst)

Sumber: Suarasurabaya.net