Tidak Membelikan Mainan Bukan Berarti Orangtua Tidak Sayang Anak fadjar July 1, 2013

Tidak Membelikan Mainan Bukan Berarti Orangtua Tidak Sayang Anak

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Seringkali kita mendengar penjual mainan ataupun barang yang ditujukan kepada anak-anak ‘sayang anak… Sayang anak…’ Apa yang dirasakan orangtua saat mendengar kata-kata penawaran tersebut? Ada yang mengabaikan karena orangtua menilai anak tidak membutuhkan mainan yang ditawarkan, ada yang terpersuasi untuk membeli karena anak-anak merengek untuk membeli meski tidak membutuhkan, ada yang membeli karena memang orangtua melihat anak membutuhkan. Nah apakah ada orangtua yang membeli karena merasa bersalah bila tidak membelikan artinya orangtua tidak sayang dengan anak? Jawabnya ada.

Berikut adalah sebuah contoh orangtua yang selalu membelikan anaknya mainan bila di sebuah mall, tempat perbelanjaan, taman bermain penjual mainan menawarkan dengan ‘sayang anak-sayang anak’. Orangtua ini selalu merasa bersalah bila tidak membelikan meski mengetahui anaknya tidak benar-benar membutuhkan. Kata-kata sayang anak yang seringkali digunakan penjual mainan merupakan metode persuasi dengan menggunakan kata-kata. Itulah salah satu kekuatan kata-kata, yang bahkan mampu merubah realita subjektif bagi individu.

Setelah ditelusur lebih lanjut, mengapa orangtua tadi merasa bersalah setiap penjual mainan menawarkan dengan kata-kata sayang anak, terdapat pengalaman yang mengawalinya. Suatu saat di taman bermain, orangtua ditawari penjual mainan dengan kata-kata sayang anak sambil menunjukkan mainan yang dijual. Namun orangtua melihat anak sudah memiliki mainan dengan fungsi yang sama namun dengan bentuk yang berbeda. Orangtua mengatakan tidak berniat membeli kepada penjual. Sesampai di rumah, anak menangis dan bertanya apakah ayah dan ibu tidak menyayanginya? Orangtua tersebut terkejut dengan pertanyaan anak, dan spontan mengatakan mereka sayang dengan anak. Namun hanya itu yang dikatakan, tanpa ditelusur lebih lanjut mengapa anak menanyakan hal tersebut.

Kelanjutannya, setiap anak dan orangtua pergi ke tempat-tempat tertentu yang menawarkan mainan dengan kata-kata persuasi sayang anak, anak menangis. Pengalaman tersebut disadari orangtua penyebabnya adalah saat ditawarkan dengan penjual mainan dengan sayang anak, orangtua tidak membelikan dan itu ditangkap anak sebagai bentuk perilaku orangtua yang tidak menyayangi anak. Orangtua memberikan pengertikan kepada anak, bahwa mereka sayang dengan anak, bukan berarti ketika tidak membelikan maka mereka tidak sayang dengan anak. Orangtua memberikan contoh anak juga pernah dibelikan mainan, namun mainan tersebut secara fungsi juga dibutuhkan anak. Orangtua juga menanamkan pengertian bahwa mulai kecil harus belajar hemat, peka terhadap hal-hal yang dibutuhkan, pertimbangan, dan tidak konsumtif. Banyak cara yang sudah dilakukan orangtua sebagai bentuk kasih sayang terhadap anak, tidak hanyak melalui membelikan mainan. Tentunya cara komunikasi antara orangtua dan anak sesuai dengan cara yang dimengerti anak. Hal ini membutuhkan kepekaan orangtua yang menemukan cara yang tepat, sebagai buktu bahwa orangtua memahami anak.

Hasilnya anak tidak lagi menangis setiap orangtua menolak tawaran penjual mainan dan orangtua tidak selalu merasa bersalah. Satu hal lagi yang perlu menjadi catatan adalah, orangtua juga harus melihat ekspresi non verbal anak saat ditawarkan mainan. Dengan memahami ekspresi non verbal anak, maka orangtua dapat memprediksi apa yang dirasakan anak, dan dapat berperilaku atau mengambil keputusan yang tepat. Semoga tulisan ini memberi manfaat.