Memulai Toilet Training: Si Kecil Siap, Ortu Fokus fadjar December 3, 2012

Memulai Toilet Training: Si Kecil Siap, Ortu Fokus

MENGAJARI anak kebersihan diri dengan melakukan BAK dan BAB pada tempatnya, bagi sebagian orang tua, merupakan proses yang sulit dan memakan waktu lama. Reaksi penolakan anak sering membuat para bunda menyerah sebelum tujuannya tercapai. Sebenarnya, kapan saat yang tepat untuk memulai toilet training?

Menurut psikolog Ivonne Edr SPsi, kepala divisi TPA Ubaya, saat yang tepat untuk memulai toilet training adalah ketika anak dan orang tua sama-sama siap. ”Anak mulai bisa mengenali bahwa popok atau celananya basah atau kotor serta bisa mengeluarkan kata-kata sederhana seperti ’Ma, pipis’ . Sementara itu, bunda juga sedang tidak terikat dengan komitmen lain sehingga bisa fokus,” paparnya.

Ketika sedang stres dengan pekerjaan, pindahan rumah, atau masih harus membagi perhatian dengan hal-hal lainnya, orang tua dikhawatirkan tidak bisa fokus melatih si kecil belajar tentang kebersihan diri.

Memasuki usia 18 bulan, pada umumnya si kecil sudah mampu berjalan untuk menuju ke toilet, tentunya dengan pengawasan orang tua. Pada usia tersebut, dia juga mulai bisa mengenali ada rasa basah yang tidak nyaman di tubuhnya. Selain melihat kesiapan fisiknya, perhatikan juga kesiapan mental si anak. Sebab, seorang anak yang sudah siap secara fisik belum tentu siap meninggalkan kenyamanan popoknya.

Tahap awal, biasanya anak menunjukkan reaksi fisik atau tanda-tanda saat ada tekanan dari dalam tubuhnya. ”Tanda-tanda yang diperlihatkan setiap anak bisa jadi berbeda. Ortu harus peka mengenali ketika anak mengejan, meremas celananya, menyilangkan kaki, mundur ke pojok, atau bersembunyi. Tandanya dia akan BAK atau BAB,” urai Ivonne.

Isyarat tersebut merupakan salah satu tanda bahwa si anak siap melakukan toilet training. Tanda-tanda lainnya, antara lain, anak memiliki waktu yang teratur untuk BAK atau BAB. Anak mulai resah dan bereaksi keras ketika popoknya basah atau kotor.

Selain itu, anak cukup cekatan menaik-turunkan celananya sendiri. Anak dapat membedakan apa itu BAK dan BAB serta mampu mengatakan keinginannya untuk berganti popok. ”Awalnya mungkin hanya merengek. Lama-lama, dia bisa membedakan dan mengatakan kepada orang tuanya, ’Ma, mau pipis’ atau ’Ma, mau pup’” lanjutnya.

Ketika anak sudah bisa mengungkapkan, saatnya dia dilatih ke toilet. Dampingi anak, ajarkan untuk melepas celana, kemudian dudukkan di kloset dengan pengawasan. Setelah anak selesai BAK atau BAB, siramkan atau semprotkan air serta bersihkan bagian tubuhnya. Bila perlu, gunakan alat bantu seperti potty seat yang lebih nyaman dan sesuai ukuran si kecil.

Orang tua perlu fokus dan memiliki banyak waktu untuk melakukan toilet training kepada si kecil. Sebab, latihan itu tidak bisa dilakukan sekali-dua kali. Anak bisa saja menolak, cemberut, bahkan menangis karena tidak mau dilatih ke toilet.

”Orang tua harus sabar dan telaten. Kalau hari ini belum berhasil, coba besok, besoknya lagi. Jangan sampai memarahi atau membentak. Sebab, itu bisa menimbulkan trauma kepada anak. Nanti justru semakin sulit mengajarkan toilet training,” ujar psikolog pendidikan anak tersebut.

Buatlah suasana ke toilet seperti bermain. Misalnya, lengkapi toilet dengan benda-benda favorit si kecil berupa mainan atau buku cerita kesukaannya. ”Suasana yang menyenangkan buat si kecil mempermudah dia dalam menyukai latihan toilet yang diajarkan orang tua,” ucapnya. (nor/c6/ayi)

Parenting: Bantu Bentuk Kemandirian

Melakukan toilet training memang harus melihat kesiapan anak secara fisik dan mental serta kesiapan orang tua. Namun, prosesnya juga tidak boleh terlambat dilakukan. Usia dua sampai tiga tahun harus sudah dikenalkan ke toilet, apa itu BAK dan BAB. Jika sudah lewat dari usia tiga tahun, apalagi ketika akan memasuki masa sekolah, namun belum diberi toilet training, itu akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial si kecil.

Manfaat toilet training tersebut berkaitan dengan kemandirian si kecil. ”Toilet training juga membuat anak mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya,” ujar Ivonne Edrika SPsi. Kebersihan tubuh itu termasuk dalam keterampilan bantu diri yang harus dimiliki anak sesuai tahap perkembangan sosialnya selain keterampilan berpakaian (dressing) serta keterampilan makan (eating). Pada usia dua hingga tiga tahun, umumnya anak lebih siap untuk
melakukan toilet training. Asalkan dilatih secara teratur, si kecil makin terbiasa. Orang tua bisa melepaskan ”ketergantungan” pada popok.

”Kecuali mungkin ketika bepergian atau menghadiri acara. Tidak masalah menggunakan popok. Tetapi, kalau anak sudah sangat siap dan di lokasi acara terdapat toilet yang nyaman, tidak perlu memakai popok. Ketika anak berkata ingin BAK atau BAB, orang tua langsung sigap mengantar ke toilet,” papar Ivonne.

Jika hal tersebut dilakukan secara konsisten dan bertahap, pada usia sekolah (lima atau enam tahun) anak sudah bisa diajari membersihkan tubuh sendiri setelah melakukan BAK atau BAB. (nor/c6/ayi)

Sumber: Jawa Pos, 1 Desember 2012