Berorientasi Proses Tak Sekadar Untung fadjar November 16, 2012

Berorientasi Proses Tak Sekadar Untung

Di semua pekerjaan, pria satu ini lebih berorientasi proses daripada untung. Selain itu, fokus dan konsisten selalu menjadi prinsip untuk menunjang setiap langkahnya. Alhasil, Regional Head of Smartfren East Java, Bali, Nusa Tenggara, FJ. Arinto Utama selalu memberikan pretasi yang tak remeh bagi perusahaan yang dipimpinnya.

OLEH: ARIFAN HASTIYANA

“Prinsip saya, semua pekerjaan bisa dilakukan dan pasti mendapatkan hasil yang bagus asal kita fokus dan konsisten,” ujarnya saat ditemui dikantornya di Wisma BII, Jumat (9/11). “Jika seseorang mau berusaha, tak ada sesuatu yang tidak mungkin,” imbuhnya.

Optimistis yang muncul dalam pikirannya membuatnya tak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan di dunia kerja. Melalui program yang tertata dan dengan konsep yang matang, hal itu menjadi jurus jitu mencapai keberhasilan untuk mencapai puncak kesuksesan.

Dalam melakukan pekerjaan, pria yang akrab disapa Arinto itu selalu berorientasi pada proses. “Saya berpikir bila perusahaan berorientasi pada keuntungan, maka hasilnya belum tentu akan maksimal. Tapi perusahaan berorientasi pada proses, dengan sendirinya keuntungan akan datang. Dan hal itu menjadi suatu kunci untuk mencapai suatu hasil yang maksimal,” katanya.

Dalam kesehariannya, ia memaknai pekerjaan sebagai sebuah tantangan baru yang mau tak mau harus dihadapi dan ditaklukannya. “Memang tak mudah, namun saya selalu belajar demi menghadapi tantangan tersebut,” ujar pimpinan perusahaan yang kini membawahi lebih dari seribu karyawan itu.

Arinto mengungkapkan, sejak awal mula memasuki dunia kerja, ia akan selalu memulai untuk mempelajari terlebih dahulu bagaimana pekerjaan itu. “Dari situ saya bisa membuat konsep yang matang dan yang akan saya jalankan. Jadi saat saya memulai bekerja, maka tak ada yang sia-sia karena semua sudah dipersiapkan dari awal,” paparnya.

Terlahir dari orangtua yang berprofesi sebagai anggota TNI Angkatan Laut, membuat Arinto sudah terbiasa hidup dengan disiplin tinggi. “Sejak saya kecil, orangtua saya selalu menerapkan hidup disiplin. Meskipun keluarga saya cukup mampu, namun saya selalu di ajarkan bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan. ,’ paparnya.

Hal itupun yang membuat Arinto akhirnya memutuskan untuk bekerja saat ia duduk dibangku kuliah. Bahkan berbagai macam pekerjaan tak segan dilakoninya. Mulai dari bekerja sebagai pengantar bunga hingga menjadi wiraswasta tukang cetak. “Saat itu orangtua saya juga tidak melarang, asalkan halal dan bisa mendidik saya menjadi seorang yang memiliki jiwa pekerja keras,” jelasnya sembari mengakui bahwa pesan orangtuanya itulah yang akan selalu diingat-ingat.

Ia mengakui bahwa bekerja menjadi pengantar bunga lah yang banyak memberikan pesan positif. Pesan positifnya bahwa menjalankan pekerjaannya bukan merupakan suatu hal yang mudah. Mulai berpanas-panasan hingga kehujanan dilaluinya. Bahkan, ia harus rela diomeli oleh pelanggan bila pesanan bunga tak datang tepat waktu. ‘Ya sudah menjadi tanggung jawab saya. Saya harus rela menerima segala risiko itu dari pekerjaan itu,’ katanya.

Namun, hal itu tak membuatnya mudah patah arang. Arinto dengan segala keoptimisannya selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik kedepannya. Akhirnya usaha itu sedikit-demi sedikit membuahkan hasil.
Dari kerja itulah, akhirnya ia bisa membeli sepeda motor dari hasil keringat kerja kerasnya sendiri. ‘Maka dari itu bekerja membutuhkan fokus dan konsisten agar bisa mencapai suatu hasil yang maksimal. Dan itu bisa saya buktikan saya bisa membeli sepeda motor sendiri,’ tuturnya bapak dua anak ini.

Meskipun saat ini ia menduduki jabatan yang penting, ia tak akan ingin menularkan prinsip kerja itu ke keluarga dan teman-temannya. “Bila keluarga atau teman kerja saya bisa menerapkannya, maka saya dibilang berhasil. Namun bila hasilnya sebaliknya, maka saya bisa dibilang orang yang gagal,” pungkas Arinto.*

Pecinta Dunia Fotografi Landscape
TAK sekadar ikut-ikutan, FJ Arinto Utama mengaku sebagai penghobi dunia seni fotografi. Bahkan dirinya mengaku tak asal-asalan dalam menembak objek yang masuk bidikannya. “Saat saya pegang kamera, maka saya harus memainkan logika saya,” katanya dengan santai.

Apa maksud logika yang dimaksudnya? Pria asli Surabaya ini menjelaskan, logikanya itu dipakainya untuk menentukan apakah suatu objek layak atau tidak masuk dalam tembakan kameranya.

“Saya harus berpikir terlebih dulu komposisi gambar dari objek. Selain itu setting-an kamera juga harus saya atur sebelum saya menjepretkan kamera saya,” tandas pria yang menyukai lontong balap itu.
Alumnus Universitas Surabaya (Ubaya) itu memaparkan, logika sangat diperlukan di dunia fotografi. “Sebenarnya bisa saja mengambil gambar dengan asal, karena bila hasilnya jelek bisa dihapus. Tapi saya hindari hal-hal seperti itu, saya harus menyiapkan segala sesuatunya sebelum mengambil gambar suatu objek,” katanya.

Di dunia fotografi, ia juga tak asal-asalan dalam memilih objek yang akan dijepretnya. Arinto sangat menyukai foto pemandangan atau landscape. Tak ayal, dimanapun ia berada, arek Suroboyo ini selalu mengabadikan pemandangan yang ditemuinya, bila pemandangan itu dinilainya indah.

Untuk terus mengasah kemampuan fotografinya itu, ia pun tak tanggung-tanggung dalam belajar. Bahkan sebagai seseorang yang sibuk, ia rela masuk dalam komunitas fotografi. “Saya masih butuh banyak belajar soal fotografi, jadi saya memutuskan untuk ikut komunitas fotografi,” katanya merendah.

Baginya dunia fotografi merupakan dunia yang indah. Pasalnya dengan hobi tersebut dirinya bisa berbagi dengan orang lain tentang keindahan hasil fotonya. “Bila hasil foto saya bagus, maka saya bisa berbagi ke orang lain karena orang lain bisa menikmati karya foto saya,” jelasnya sembari memperlihatkan karya hasil foto-fotonya ke Surabaya Post.

Arinto yang pernah bekerja menjadi dosen tersebut mengaku keindahan fotografi membuatnya selalu berusaha untuk mencari momen yang indah untuk diabadikannya. “Kapan pun, dimana pun saya terbiasa mencari momen-momen indah itu,” kata Arinto.*

Sumber: Surabaya Post Online, 10/11/2012