Tiga Jam Mendaki Penanggungan ke Candi Selokelir fadjar November 12, 2012

Tiga Jam Mendaki Penanggungan ke Candi Selokelir

Oleh Fiqih Arfani

Mojokerto – Saat matahari belum terlihat benar, saat sinarnya masih belum berkilau total, beberapa orang yang tergabung dalam sebuah tim telah bersiap. Bekal seadanya dan obat-obatan sudah tertata rapi di dalam tas.

Dengan hanya membawa semeter ranting dahan pohon kering, seorang di antara tim tersebut memimpin di barisan depan. Sambil berucap kata semangat, sang perempuan itu melangkahkan kakinya menyusuri pepohonan.

Ya, dimulai dari Kampus III Ubaya Training Center (UTC) di kaki Gunung Penanggungan, beberapa orang itu berjalan masih tegap, sesekali diiringi canda. Terlebih ada di antara mereka yang belum pernah masuk hutan, apalagi mendaki gunung, ini merupakan kali pertama pengalaman mereka.

‘Ayo nggak usah takut, maju dan semangat sampai tujuan. Paling tidak jauh kok, hanya tiga jam,’ kata Hayuning, satu diantara tiga perempuan yang tergabung dalam sebuah tim kepada rekannya, Ragil Priyonggo. Kebetulan, Ragil baru merasakan sekali ini masuk dan mendaki gunung.

Setengah jam pertama, tim masih bersemangat. Sesekali berhenti ketika melihat pemandangan indah sembari bergaya di depan kamera. Sayang memang kalau sampai melewatkan momen dan tak mengabadikannya dalam bingkai.

Satu jam berselang, mulai tampak wajah kelelahan. Sambil mencari tempat teduh, tim beristirahat dan menenggak sebotol air mineral yang sudah disiapkan di dalam tas pembekalan.

‘Masih jauh mbak? Istirahat sebentar ya?’ pinta Ragil dengan nada pertanyaan yang jelas menandakan kelelahan sembari menyeka keringat. Kaos kuning yang dikenakan basah terkena cucuran keringat di balik punggungnya.

Setelah beristirahat kurang dari 10 menit, perjalanan dilanjutkan. Semakin masuk ke dalam maka semakin ekstrem pula medan menuju tempat tujuan. Berliku, berbelok, menukik ke bawah dan atas, serta bebatuan tak terhitung jumlahnya harus dilewati.

Sebuah perjalanan melelahkan, apalagi sudah tidak lama mendaki dan keluar masuk belantara. Dalam sekali perjalanan, total lebih dari lima kali istirahat melepas lelah atau sekedar menenggak minuman botol air mineral.

Gunung Penanggungan berada di ketinggian 1.653 meter di atas permukaan laut atau sekitar 5.423 kaki. Letaknya berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan, yang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari Kota Surabaya.

Gunung berapi nonaktif ini berada satu kluster dengan Gunung Arjuno maupun Gunung Welirang. Penanggungan dikenal memiliki nilai sejarah tinggi karena di sekujur lerengnya ditemui berbagai peninggalan purbakala, baik candi, pertapaan, maupun petirtaan dari periode Hindu-Buddha di Jawa Timur.

Salah satunya adalah Candi Selokelir, yakni sebuah candi yang berada di ketinggian 760 di atas permukaan laut (dplm) ini menjadi saksi bisu kejayaan kerajaan sebelum Majapahit.

Usai melihat bebatuan tertata tak beraturan di lereng gunung, kelelahan yang semula ada lenyap seketika. Apalagi disuguhi pemandangan luar biasa dari atas gunung.

‘Perjalanan jauh seolah tak ada artinya saat melihat pemandangan dan candi di sini. Sebuah tempat yang sangat menarik untuk diteliti dan diketahui, apalagi bagi orang yang mencintai arkeologi,’ ucap Budi, satu di antara tim.

Sejarah Candi Selokelir

Candi ini diperkirakan ada sekitar abad XI atau XII. Ada juga petunjuk menyebutkan, candi yang terletak di sebelah barat Gunung Bede ini ada sekitar tahun 1404 Masehi.

Petunjuk ini ditemukan di Goa Buyung atau disekitar Candi Selokelir. Di dalam goa muncul beberapa kesamaan ukiran dan bentuk batu bata yang terbuat dari batu andesit. Selain itu, tanda-tanda kebesaran peninggalan purbakala sebelum Majapahit terlihat dengan adanya bentuk bangunan berteras tujuh dan terbuat dari batu andesit.

Batu-batu tersebut muncul pada zaman Hindu sebelum Majapahit. Tanda tersebut terpampang di ukiran-ukiran yang mengedepankan lambang, corak bunga dan simbol-simbol ditengah-tengah masyarakat.

Kondisi ini berbeda dengan zaman Budha, karena simbol-sombol kebesaran zaman Budha biasanya tertuang dengan menceritakan keadaan masyarakat. Sedangkan kondisi batu-batu di Candi Selokelir kebanyakan bermotif bunga, kotak-kotak dan coretan tiga di setiap batu. Fakta ini menunjukan, candi ini sudah ada sebelum masa Majapahit.

Konsultas Development Experiencial Learning Program UTC, Kusworo Rahadian mengatakan, keberadaan batu-batu dan petunjuk lain sudah menguatkan bahwa candi ini sudah ada sebelum kerajaan Majapahit muncul.

‘Bahkan ada kemungkinan candi ini ada saat kerajaan Kadiri masih berjaya. Apalagi ukiran-ukiran yang tertuang dalam batu memiliki struktur kesamaan,’ paparnya.

Dari temuan arkeolog di Candi Selokelir, ukuran-ukuran teras telah ditemukan. Di teras tersebut ragam hiasan bangunan tidak terlalu jelas, namun di halaman bangunan banyak dijumpai tumpukan yang merupakan bagian bangunan dengan hiasan relief raksasa dan salib Portugis.

Ada juga batu lumpung yang memiliki garis tengah 80 cm dan lubang tengan 25 cm, tetapi tinggi sulit diketahui.

‘Yang menarik, ditemukan lubang yoni yakni dudukan lingga atau arca berbentuk segi empat sepanjang 10 centimeter, lebar 10 centimeter dengan dalam 10 centimeter,’ tutur Kus, panggilan akrabnya.

Ada juga umpak batu bagian atas sepanjang 10 centimeter, bawah berukuran panjang 25 centimeter, lebar 22 centimeter, dan bagian atas berukuran panjang lebar 18 centimeter dengan tinggi 22 centimeter. Sedangkan bagian atas umpak ada hiasan segi tiga, umpak ini diperkirakan untuk sesaji.

Di tempat itu juga ditemukan batu pipisan dan dua buah batu umpak. Batu pipisan berukuran panjang 60 centimeter, lebar 35 centimeter, dan tinggi dua centimeter. Sedangkan ukuran dua batu umpak sama dengan ukuran batu umpak yang terdapat di halaman candi.

Tidak hanya satu candi, di atas Candi Selokelir juga ada candi bernama Telo Blandong. Peninggalan purbakala ini disebut Candi Telong Blandong karena bentuknya sumuran yang dari struktur batu andesit berukuran panjang 200 centimeter, lebar 200 centimeter dengan dalam 170 centimeter.

‘Candi ini memiliki kaitan erat dengan candi Selokelir,’ terang Kusworo. (*)

Sumber: AntaraNews.Com