Menghidupkan (kembali) Kereta Api fadjar September 29, 2012

Menghidupkan (kembali) Kereta Api

Yuwono B Pratiknyo, ST. MT

Dosen Program Studi Teknik Manufaktur UBAYA

Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian sudah 5 tahun berjalan, banyak harapan ketika UU ini disahkan. Masyarakat berharap ada “pesaing baru” bagi penyelenggaraan sarana angkutan masal kereta api. Dengan adanya persaingan ini masyarakat akan mendapatkan kenyamanan menggunakan transportasi darat yang lebih baik lagi.

Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah akankah penyelenggaraan sarana kereta api swasta menjadi ancaman bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelengara tunggal sarana perkeretaapian?. Kekhawatiran ini mungkin saja terjadi jika memang perusahaan plat merah ini tidak melakukan terobosan-terobosan layanan terhadap masyarakat. Namun, jika ditinjau dari kesiapan dan pengalaman, kekhawatiran tersebut sangatlah berlebihan.

Sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Perkeretaapian, pengertian penyelengara sarana perkeretaapian didefinisikan sebagai badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. Badan usaha disini adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Hukum Indonesia yang didirikan untuk perkeretaapian.

UU no 23 Tahun 2007 ini sebetulnya sudah memiliki semangat untuk menghapus monopoli usaha perkeretaapian dengan memberikan ijin penyelenggaraan usaha perkeretaapian bagi swasta dan pemerintah daerah. Namun, tanda-tanda munculnya operator barupun sampai sekarang tidak terdengar sama sekali. Berbeda dengan moda transportasi udara yang tumbuh dan berkembang di Indonesia dengan cepat. Berbeda dengan bisnis transportasi udara, laut dan transportasi darat lainnya, bisnis perkeretaapian merupakan satu kesatuan system tidak terpisahkan yang terdiri atas prasarana (jalur dan stasiun kereta api, system persinyalan), sarana (locomotive, gerbong) dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.

Kereta Api Milik Rakyat

Sebetulnya semua memahami, transportasi kereta api merupakan hal yang amat penting pada moda transportasi darat di Indonesia. Moda transportasi ini sudah merakyat sejak bangsa ini berdiri. Kesan “merakyat” pada moda transportasi ini selalu diidentikkan dengan masyarakat kecil, moda transportasi yang selalu penuh sesak, tidak ada keteraturan, dan kondisi gerbong kereta yang dekil, kotor dan bau.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah total penumpang kereta api pada tahun 2006 mencapai 159 juta penumpang, dan pada tahun 2010 mencapai 203 juta penumpang. Apakah peningkatan jumlah penumpang ini merupakan prestasi tersendiri bagi pengelola moda transportasi ini?. Jawabannya tentu beragam, kalau kita bandingkan dengan laju pertambahan penduduk Indonesia rentang waktu 2006 (222 juta) sampai dengan 2010 (237 juta). Sebetulnya terlihat jelas bahwa moda transportasi ini semakin diminati. Banyak alasan penumpang memilih moda transportasi ini, murahnya biaya menjadi alasan terbesar dan pada akhirnya meskipun berdesak-desakan, masyarakat masih memanfaatkan moda transportasi ini.

Kondisi Indonesia pada 15 tahun kedepan dengan populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa akan memiliki efek tersendiri bagi problem transportasi nasional, disinilah pentingnya moda transportasi kereta api ini dalam mengentasi problem transportasi masyarakat.

UU no 23 ini juga menyadarkan pengelola jasa perkereta apian untuk berbenah diri dengan mengatasnamakan “rakyat” sebagai pengguna sarana. Penurunan jumlah penumpang pada tahun 2011 sebesar 199 juta, kalau kita lihat dengan bijaksana sebetulnya bukan berarti penurunan minat penumpang, akan tetapi merupakan efek dari pembenahan layanan. Gebrakan manajemen pengelolaan sarana perkeretaapian saat ini sangat revolusioner dan memiliki visi kedepan yang patut didukung. Pembatasan jumlah penumpang kereta ekonomi misalnya, telah merubah kereta api ekonomi yang dulu jorok dan pengab menjadi kereta api yang bersih dan nyaman. Antrian panjang menjelang libur panjang dan lebaran sudah tidak terlihat lagi dengan ticketing system yang terintegrasi. Keterlambatan keberangkatan dan kedatangan kereta juga sudah berkurang.

Namun, pengelola sarana perkereta apian tentu saja tidak hanya berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan, tapi juga harus berpikir bagaimana upaya perluasan akses dan kesempatan masyarakat dalam memanfaatkan sarana ini. Karena dengan penurunan kapasitas penumpang secara otomatis akan berdampak pada jumlah penumpang yang terangkut. Perbaikan kualitas layanan pastinya akan memperbesar biaya perjalanan dan ujung-ujungnya akan menaikkan tarif moda transportasi ini.

Sementara itu, moda transportasi udara sudah mulai menekan harga dengan penerbangan low cost-nya. Sebagai perbandingan tiket pesawat Bandung-Surabaya beberapa maskapai sudah berani memasang harga 300 ribuan, hampir sama dengan kereta api kelas eksekutif, dengan waktu tempuh hanya 1 jam perjalanan dan kereta api dengan waktu tempuh 12-13 jam. Dengan kondisi seperti ini apakah kereta api masih menjadi sarana transportasi rakyat?

Partner, Bukan Pesaing

Mengingat persaingan bisnis transportasi yang sangat ketat diperkuat dengan diberikan keleluasaan bagi pihak swasta untuk mngelola sarana perkeretaapian sebagaimana yang tertuang dalam pasal 31 ayat 1 bahwa penyelenggara sarana perekeretaapian umum dilakukan oleh badan usaha sebagai penyelengara baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerjasama dengan pihak swasta harus mulai ditingkatkan. Interkoneksi antar moda transportasi (dengan moda transportasi udara misalnya) harus segera direalisasikan.

Peran pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kotamadya dalam penanganan transportasi darat juga perlu dipacu. Problem kemacetan di beberapa kota besar juga perlu segera ditangani salah satunya adalah dengan menghidupkan beberapa jalur kereta api peninggalan penjajahan yang saat ini sudah tidak berjalan. Tentu saja dengan tetap memperhatikan asas manfaat, keadilan, keseimbangan, kepentingan umum dan keberlanjutan.

Asas keberlanjutan yang pada umumnya menjadi ketakutan investor yang masuk dalam bisnis ini, Otonomi daerah dan ketidak konsistenan pemerintah dalam hal regulasi seringkali menyurutkan nyali investor masuk dalam bisnis ini. Partnerships yang menguntungkan antara pemerintah sebagai regulator dan penyedia prasarana dengan penyelengara sarana baik PT Kereta Api Indonesia maupun Investor yang akan masuk dalam bisnis ini.

Beberapa catatan penting yang perlu di ingat pada hari perkeretaapian yang jatuh pada tanggal 28 september ini adalah: Pertama. Transportasi kereta api memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, serta memperkokoh ketahanan nasional. Kedua. Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi nasional yang memiliki karakteristik unik mampu mengangkut penumpang secara masal dan memiliki keunggulan tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari mode transportasi lain. Ketiga. Potensi sarana kereta api perlu dikembangkan dan ditingkatkan perannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional untuk menunjang , mendorong dan menggerakkan pembangunan. Keempat. Regulasi tentang perkeretaapian dan rencana pengembangan sarana kereta api 25 tahun mendatang harus konsisten untuk menjamin bahwa investasi di bisnis ini aman bagi investor yang akan masuk dalam bisnis ini.