Bekerjasama dengan AIPI Surabaya dan APHTN/HAN-DPD Jatim, Departemen MKU Ubaya mengadakan Seminar Nasional Kebangsaan dan Kepahlawanan. Bertemakan Kepahlawanan dan Konsistensi Perjuangan Mewujudkan Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Yang menjadi pembicara dalam seminar yang digelar di Hotel Meritus Surabaya pada 16 Juli lalu, pakar hukum Tata Negara yang juga anggota Dewan Gelar Pusat Prof Dr Jimly Asshiddiqie, sejarawan muda JJ Rizal, pakar politik Dhaniel Dhakidae, dan Gubernur Jatim Soekarwo.
Rektor Ubaya Prof Ir Joniarto Parung MMBAT PhD menyambut baik dan penuh sukacita atas kegiatan seminar ini. Dalam sambutannya ini ia berpendapat bahwa kepahlawanan sudah mengalami degradasi arti.
Sebagai pembicara pertama, Prof Dr Jimly Asshiddiqie mengatakan Indonesia merupakan negara dengan pahlawan paling banyak. “Pahlawan bagi orang Jawa belum tentu pahlawan bagi orang NTT, begitu juga pahlawan bagi orang Ambon belum tentu pahlawan bagi orang Bali,” ungkapnya.
Sapaan akrab Jimly tersebut juga menggagaskan diberinya gelar pahlawan nasional untuk Bung Karno pada 1 Juni 2013 atau 1 Juni 2014 dan bukan pada bulan November agar ketokohan Bung Karno bisa lebih istimewa dan tidak bersamaan dengan pemberian gelar kepahlawanan bagi pahlawan nasional.
Sementara itu JJ Rizal mengungkapkan bahwa Bung Karno merupakan simbol sejarah Indonesia. “Bung Karno sudah meninggal tapi masih bisa memberi inspirasi,” ungkapnya. Upaya untuk memberikan gelar pahlawan nasional ini juga didukung oleh Soekarwo selaku Gubernur Jatim. “Pemikiran Bung Karno tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk memberi pelajaran bagi masa kini dan masa depan dan bagaimana masyarakat dilibatkan ,” jelas pria yang akrab disapa pakde Karwo.
Kepahlawanan sendiri membutuhkan dua hal penting yaitu komitmen dan konsistensi. Tanpa komitmen, kepahlawanan tidak akan muncul. Sama halnya jika konsistensi tidak ada, kepahlawanan tidak akan teruji. (tif)