Getting in, getting along, dan getting out Program Penanganan Bencana fadjar July 19, 2012

Getting in, getting along, dan getting out Program Penanganan Bencana

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Tulisan berikut menggambarkan proses getting in, getting along, dan getting out program penanganan bencana yang pernah dilakukan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya di shelter Gondang 1 Wukirsari Cangkringan Sleman. Getting in, getting along, dan getting out merupakan proses penting bagi terselenggaranya program penanganan bencana yang diterapkan mahasiswa Fakultas Psikologi Ubaya bagi pengungsi Merapi.

Sebelum membahas lebih lanjut proses-proses tersebut terlebih dahulu akan dijelaskan secara ringkas tentang masing-masing pengertiannya. Getting in adalah proses yang dilakukan ketika memasuki suatu situs atau komunitas. Getting along adalah proses ketika kita telah berada di situs atau komunitas dan menjalankan suatu target capaian. Getting out adalah proses ketika kita hendak meninggalkan situs atau komunitas untuk mengakhiri program.

Di Fakultas Psikologi Ubaya, pembelajaran tentang getting in, getting along, dan getting out diperoleh mahasiswa di beberapa mata kuliah. Pada awal semester keterampilan tersebut diperoleh dari mata kuliah Observasi dan Interview, Psikologi Sosial. Pada semester selanjutnya diperoleh dari mata kuliah lingkungan dan komunitas perkotaan, dan beberapa mata kuliah yang pembelajarannya bersifat turun lapangan dan memberikan intervensi. Selain pada mata kuliah pembekalan juga diberikan pada aktivitas exploring myself. Dengan pembekalan tersebut dapat membantu mahasiswa memiliki keterampilan getting in, getting along, dan getting out saat mengaplikasikan psikologi bencana pada pengungsi Merapi.

Proses getting in dilakukan secara formal ataupun informal. Secara formal mahasiswa melakukan perijinan dengan sekretariat shelter. Perlu adanya kesepakatan antara mahasiswa dan sekretariat shelter tentang program-program yang akan dijalankan. Secara informal mahasiswa dapat bersilaturahmi dengan pengungsi ataupun membantu pengungsi secara incidental yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa. Saat berinteraksi dengan pengungsi mahasiswa harus memperkenalkan nama dan asal universitas serta tujuan berkegiatan di shelter. Getting in berfokus pada bagaimana mahasiswa dapat berinteraksi, dikenali, dan diterima pengungsi serta menyesuaikan diri dengan pola kehidupan sosial dan budayanya.. Kesulitan yang dialami mahasiswa adalah kendala bahasa karena mahasiswa tidak mampu berbahasa Jawa halus. Kesulitan ini dapat diatasi dengan adanya perwakilan mahasiswa yang menguasai bahasa Jawa halus pada setiap kelompok.

Getting along merupakan proses yang tersulit dialami mahasiswa karena mahasiswa berada di shelter dan hidup layaknya pengungsi. Mahasiswa harus beradaptasi dengan pola hidup pengungsi dan untuk dapat beradaptasi mahasiswa perlu belajar dari pengungsi. Pengungsi juga mengalami hal yang sama ketika awal-awal tinggal di shelter. Selain itu hambatan utamanya adalah kepekaan terhadap kebutuhan pengungsi, menjaga perilaku selama di shelter. Kesabaran dan membangun trust diperlukan agar program terus berjalan lancar. Beberapa program tidak dapat berjalan lancar, misalnya saja adanya penolakan pengungsi terkait program karena belum adanya kepercayaan. Hal terpenting bukan program formal harus berjalan, namun interaksi secara interpersonal non formal dapat membantu kondisi psikologis pengungsi Merapi. Misalnya sambil berbincang-bincang dengan pengungsi mahasiswa dapat menyelipkan beberapa insipirasi berwirausaha.

Getting out, mahasiswa perlu menjaga bahwa ketika program berakhir jangan sampai interaksi dengan warga berakhir begitu saja. Meskipun sudah pamit secara formal kepada perangkat desa ataupun sekretariat shelter, mahasiswa perlu berpamitan secara langsung dengan warga. Meminta maaf bila terdapat kesalahan, menyatakan mungkin akan kembali dengan program-program yang dibutuhkan pengungsi, dan saling mendoakan tentang kebahagiaan hidup. Hal ini perlu dilakukan agar pengungsi tidak merasa menjadi objek penanganan tetapi dianggap sebagai survivor dalam kondisi bencana yang membuat mereka berada di shelter.

Pembelajaran getting in, getting along, dan getting out dapat diterapkan dengan baik bila prosesnya dilakukan secara bertahap. Pada komunitas yang mirip dengan mahasiswa, agak mirip, dan sama sekali berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari pada berbagai konteks. Proses getting in, getting along, dan getting out yang baik membuat program berjalan dengan baik dan terus berlanjut hingga kini.