Menparekraf minta Mendikbud dirikan sekolah talenta fadjar July 14, 2012

Menparekraf minta Mendikbud dirikan sekolah talenta

Surabaya (ANTARA News) – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu meminta Mendikbud untuk mendirikan sekolah talenta, seperti sekolah film, musik, kuliner, fashion, dan sebagainya.

‘Pendidikan di Indonesia masih banyak mengajarkan hal-hal yang bersifat hafalan, pemikiran yang seragam, belum berani bicara di depan kelas, dan sebagainya,’ katanya di Surabaya, Jumat.

Didampingi Rektor Ubaya Prof Joniarto Parung PhD, ia mengemukakan hal itu di sela-sela peresmian Fakultas Industri Kreatif (FIK) Universitas Surabaya (Ubaya).

‘Sekarang, cara berpikir seorang guru harus dibalik, jangan memandang negatif kepada siswa yang pemikirannya berbeda dari kawannya, tidak suka menghafal karena suka musik atau menggambar,’ katanya.

Oleh karena itu, katanya, sekolah yang mendorong kreasi siswa seperti SMK harus dikembangkan. ‘Saya memberi masukan ke Mendikbud agar kurikulum SMK juga diarahkan kepada sekolah talenta,’ katanya.

Sementara itu, pihaknya akan mendukung sekolah talenta dengan menyediakan fasilitas untuk berekspresi, seperti taman budaya, festival, pameran, mal, dan ruang publik lainnya.

Selain sekolah talenta, katanya, Kemendikbud juga mengembangkan pendidikan informal secara masfi, seperti sanggar tari, komunitas seni, dan sebagainya.

‘Kalau sumber daya manusia dan iklim untuk berkreasi itu tercipta, maka akan terjadi gelombang industri kreatif yang luar biasa,’ katanya sambil memuji langkah Ubaya mendirikan Fakultas Industri Kreatif (FIK).

Menurut dia, Indonesia sendiri memiliki syarat untuk menjadi persemaian gelombang industri kreatif, karena Indonesia memiliki tiga modal yakni warisan budaya yang beragam, kearifan lokal, dan teknologi.

‘Tinggal bagaimana menjaga momentum kreatifitas itu dengan nilai tambah untuk menjadi industri kreatif, tentu perlu dukungan kolaborasi antara seniman dengan industriawan,’ katanya.

Ia menilai kreatifitas dan seni itu merupakan kekuatan Indonesia yang bila dikemas dengan nilai tambah yang baik melalui industri kreatif akan menumbuhkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.

‘Buktinya, batik sudah menjadi pakaian yang gaul dan tidak jadul, itulah sukses dari kreatifitas yang didukung industri, ada kolaborasi antara seni dan bisnis,’ katanya.

Ia mengaku ada seni yang memang tidak bisa dibisniskan karena menjadi bagian dari ritual, namun inspirasi dari seni yang ritual itu dapat ditarik keluar menjadi seni komersial tanpa meminggirkan seni yang ritual.

‘Untuk seni yang ritual akan menjadi tugas dari pemerintah pusat dan daerah untuk menjaganya, sedangkan saya yang mengembangkan industri kreatif,’ katanya.

Setelah meresmikan FIK Ubaya itu, Menparekraf berkeliling melihat hasil kreatifitas mahasiswa Ubaya seperti pakaian dengan mode dari kertas dan beberapa UKM yang selama ini dibina sivitas akademika Ubaya. (ANT)

Editor: B Kunto Wibisono

Sumber: AntaraNews.Com

Mari Elka Berharap I-Pop Kalahkan K-Pop

Saturday, 14 July 2012

SURABAYA ndash; Universitas Surabaya (Ubaya) resmi membuka Fakultas Ilmu Kreatif (FIK), kemarin. Istimewanya peresmian langsung dilakukan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,Mari Elka Pangestu.

Mari mengatakan kreatifitas mahasiswa bisa memberikan warna dalam kesenian di Indonesia.Apalagi saat ini perkembangan seni dan budaya pop kreatif di dunia, termasuk di Indonesia berkembang dengan pesat.”Kondisi ini ditangkap dengan sangat baik oleh Ubaya dengan membuka fakultas khusus untuk ilmu kreatif,” ujarnya,kemarin. Dia berharap FIK Ubaya akan menjadi tempat bagi para anak muda dalam mengembangkan bakat dan kreativitasnya. ”Saya ingin Fakultas Ilmu Kreatif berkembang bagus di sini (Ubaya),”tambahnya.

Mari mengaku sangat mendukungkeberadaanfakultasbaru di Ubaya ini.Sebab,secara tidak langsung, FIK dapat membantu meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap industri kreatif di Indonesia. ”Ini sesuatu yang positif sekali, karena para generasi muda Indonesia ini dididik secara serius untuk menjadi seniman atau ‘art designer’ profesional. Sehingga ke depan,kita dapat menciptakan tren seni dan budaya sendiri. Jadi I-Pop (Indonesian Pop) suatu saat kelak dapat menjadi tren dunia, mengalahkan K-Pop (Korean Pop),”tuturnya.

Lebih jauh Mari melanjutkan, tantangan keberadaan industri kreatif selanjutnya,adalah mendorong kreativitas untuk lebih maju dan memiliki nilai tambah atau nilai ekonomis, sehingga menjadi layak jual. Mari mencontohkan keberadaan batik, yang kini juga banyak digunakan oleh kaula muda. Bahkan, fashion batik juga telah mendunia. ”Batik misalnya. Dulu, mungkin hanya dipakai oleh orang-orang tua saja, dan saatsaat tertentu saja. Batik bahkan dianggap kuno atau ketinggalan zaman.

Tapi, berkat para seniman, art designer, atau desainer- desainer berbakat Indonesia, kini batik menjadi sesuatu yang lebih berkelas,modern, dan bangga dipakai oleh siapapun, termasuk anak muda,” terang dia. Mari mengungkapkan, keberagamaan seni dan budaya Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk berkembang, menjadi sebuah ciri khas dan keunggulan bangsa ini menembus kancah dunia. Hanya saja,perlu adanya peran aspek bisnis yang memadai, selain idealisme yang begitu kental. Keduanya menurut Mari harus seimbang dan saling mengisi.

”Industri kreatif film misalnya. Kalau sutradaranya terlalu idealis, film-nya juga akan idealis dan bagus.Tp tidak laku, karena kurang diminati pasar. Sebaliknya, kalau film-nya terlalu pasaran, juga menjadi tidak baik.Jadi aspek bisnis dan idealis itu harus seimbang. Idealis itu sah-sah saja, tapi juga pikirkan aspek ekonomis, pemanfaatan atau kegunaan karya tersebut, sehingga layak jual dan laku dipasaran bisa dikonsumsi secara baik oleh banyak kalangan,” ungkap Mari.

Demi mendukung keberadaan industri kreatif di Indonesia, Mari memaparkan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya, diantaranya meningkatkan potensi SDM kreatif, memberikan perlindungan hak karya kreatif mereka, dan memberikan kebebasan serta memfasilitasi ruang publik untuk memamerkan hasil kreativitas mereka. ”Tantangan terbesarnya adalah di permodalan. Untuk hal yang satu ini, pemerintah berupaya menciptakan iklim yang kondusif dan menciptakan gelombang apresiasi yang besar terhadap industri kreatif Indonesia,”jelasnya.

Sementara itu,Rektor Ubaya Joniarto Parung mengatakan keberadaan FIK ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Ubaya untuk membantu pemerintah meningkatkan ekonomi melalui industri kreatif. ”Melalui FIK ini,kami berupaya mewadahi semangat generasi muda yang ingin mendapatkan pendidikan formal, untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas mereka. Selain itu, kami juga berusaha menghimpun potensi masyarakat, untuk mengembangkan industri kreatif,” katanya.

Sumber: https://www.seputar-indonesia.com

Marie Elka: I-Pop Bisa Geser K-Pop

SURABAYA-Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Marie Elka Pangestu, mengajak semua pihak untuk lebih menghargai berbagai karya seni negeri sendiri. Dengan begitu, ia yakin budaya kontemporer Indonesia, atau yang diistilahkan sebagai Indonesian Pop (I-Pop), suatu saat kelak dapat menjadi tren dunia.

‘Kalau bisa seperti itu. Sehingga, I-Pop nanti bisa mengalahkan K-Pop (Korean Pop) yang kini sudah menjadi gelombang tren di dunia,’ kata Marie Elka Pangestu di sela pembukaan Fakultas Industri Kreatif (FIK) Universitas Surabaya (Ubaya) di kampus Tenggilis, kemarin (13/7).

Marie mengatakan, saat ini perlu adanya upaya industri kreatif untuk terus mengembangkan budaya negeri ini. Salah satu yang harus dilakukan adalah mendorong kreativitas tersebut untuk lebih maju dan memiliki nilai tambah (nilai ekonomis). Sehingga, menjadi layak jual.

Marie mencontohkan keberadaan batik yang telah banyak digunakan oleh kawula muda. Dengan demikian, batik berkembang menjadi ikon fashion nusantara yang telah mendunia.

‘Batik dulu mungkin hanya dipakai oleh orang-orang tua dan untuk saat-saat tertentu. Karena itu, batik dianggap kuno atau ketinggalan zaman. Tapi berkat para seniman, art designer, dan para desainer berbakat Indonesia lainnya, batik sekarang jadi sesuatu yang lebih berkelas, modern, dan bangga dipakai oleh siapa pun.

Termasuk oleh anak-anak muda. Mereka sudah tidak malu-malu lagi memakai batik. Bahkan, keragaman batik Indonesia ini sudah sampai mendunia,’ terang Marie.

Selain menjadi ikon fashion nasional, Marie berharap perlu ada upaya agar batik makin dikenal dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu peran aspek bisnis yang memadai dan idealisme yang kental. Keduanya harus seimbang dan saling mengisi. Seperti juga industri kreatif film yang tidak hanya idealis dan bagus. Tapi, juga harus laku di pasaran.

‘Idealis itu sah-sah saja, tapi juga pikirkan aspek ekonomis, pemanfaatan atau kegunaan karya tersebut sehingga layak jual dan laku di pasaran. Juga bisa dikonsumsi secara baik oleh banyak kalangan,’ ungkap Marie.

Sementara itu, Rektor Ubaya Prof Joniarto Parung PhD menyatakan, keberadaan FIK merupakan bentuk kontribusi Ubaya untuk membantu pemerintah meningkatkan ekonomi melalui industri kreatif.

‘Melalui FIK ini, kami berupaya mewadahi semangat generasi muda yang ingin mendapatkan pendidikan formal untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas. Selain itu, kami juga berusaha menghimpun potensi masyarakat untuk mengembangkan industri kreatif,’ kata Joniarto.

Menurut Joniarto, FIK dibuka dengan dua jurusan andalan. Yakni Desain Manajemen Produk (DMP) dan Desain Fashion dan Produk Lifestyle (DFPL). ‘DMP adalah jurusan yang menyinergikan industri desain, engineering design, product management, dan communication design. Sementara DFPL adalah jurusan yang lebih mem-
pelajari tentang keilmuan seni kreatif dan aplikasi desain dengan mempertimbangkan fungsi, pemanfaatan dan estetika produk,” paparnya. (nin/jay)

Sumber: Radar Surabaya, 14 Juli 2012