Disain Pembelajaran Matematika untuk Generasi Z fadjar July 10, 2012

Disain Pembelajaran Matematika untuk Generasi Z

Oleh: Hazrul Iswadi

Departemen MIPA Ubaya

Ada nukilan dari sebuah teksbook Kalkulus yang mempertanyakan tentang kenapa harus membuat buku baru tentang Kalkulus. Padahal Kalkulus adalah cabang matematika yang sudah dikembangkan dan sudah ada dari jaman baheula. Lantas si penulis menjawab sendiri dengan mengatakan bahwa materi Kalkulus yang disajikan mungkin tidak berubah dibandingkan dengan materi Kalkulus dari beberapa tahun yang lewat tapi pembacanya sudah pasti berubah. Generasi pembaca Kalkulus pada tahun 1970-an akan berbeda jauh dengan generasi pembaca Kalkulus pada tahun 2010-an sekarang ini. Jadi selalu ada urgensinya untuk menyajikan materi-materi matematika yang disesuaikan dengan cara pandang dan keadaan pembaca pada saat sekarang ini.

Masalah yang sama terjadi dalam proses belajar dan mengajar mata kuliah matematika di ruang kelas. Perbedaan generasi mengakibatkan perbedaan dalam cara belajar matematika. Apa karakter utama dan berbeda antara generasi mahasiswa atau siswa sekolah sekarang ini dengan generasi mahasiswa dan siswa sekolah sebelumnya?

Menurut teori generasi (generational theory) yang dikembangkan di Amerika dan negara-negara barat, generasi yang lahir mulai dari pertengahan tahun 1990-an sampai dengan sekarang ini disebut dengan generasi Z. Generasi yang umurnya berkisar 15 ndash; 20 tahun ini sangat kental dan intens berkaitan dengan teknologi seperti World Wide Web, instant messaging, text messaging, pemutar MP3, HP dan YouTube. Generasi ini lahir dalam lingkungan yang media sosialnya sudah bertambah dengan media social maya seperti facebook, twitter, dan lain-lain.

Kelimpahan dan keleluasaan akses informasi yang dipicu oleh jaringan internet membentuk generasi Z sebagai generasi yang lebih cepat dalam memproses informasi. Mereka lebih cepat dalam mengarahkan cita-cita dan keinginan kerja dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Akibatnya rasio wirausahawan pada generasi Z lebih besar dari generasi sebelumnya pada rentang usia yang sama. Di negara-negara barat, implikasi lebih jauh terdeteksi pada rasio anak usia sekolah yang memilih untuk belajar mandiri di rumah alih-alih belajar di sekolah semakin besar pada generasi Z.

Beberapa kecendrungan lain, yang berkaitan dengan pembelajaran, yang dideteksi pada generasi Z adalah generasi Z lebih menyenangi alat bantu atau metode pembelajaran yang menekankan sisi interaksi dan visualisasi. Kecendrungan tersebut, oleh para ahli pendidikan, ditenggarai sebagai konsekuensi langsung dari cara mereka terlibat dalam media social mereka melalui kontak dengan alat (gadget) dan visualisasi. Selain dari hal-hal di atas, generasi Z melakukan kerjasama dengan cara yang lebih lazim dalam lingkungan media social maya yaitu kerjasama online.

Pada saat melakukan proses belajar, generasi Z cendrung untuk melakukan dengan gaya multitasking: beberapa pekerjaan dilakukan berbarengan. Mereka senang dengan persoalan-persoalan yang membutuhkan pengambilan keputusan yang segera dan cepat. Mereka mengandalkan sumber-sumber yang melimpah dari internet untuk membantu mereka melakukan pengambilan keputusan yang cepat tersebut.

Menemukan metode pembelajaran, termasuk matematika, yang cocok untuk generasi Z merupakan tantangan yang luar biasa. Metode pembelajaran yang dikembangkan untuk mereka harus mampu mengakomodasi kecendrungan cara belajar yang mereka punyai di atas. Masalah tersebut semakin berat untuk mata pelajaran yang penuh dengan abstraksi dan membutuhkan keterlibatan peserta didik yang lama untuk dapat memahami materi dengan baik seperti matematika.

Pada awal tahun 2000-an, para pakar pendidikan matematika memperkenalkan salah satu metode dan instruksi pembelajaran matematika yang cocok untuk generasi Z yaitu pembelajaran berpusatkan model. Definisi pembelajaran berpusatkan model adalah pembelajaran yang menggunakan model, perangkat yang dikonstruksi dan simulasi dinamika sistem untuk menghasilkan penyajian yang beragam untuk menolong siswa mengembangkan pengertian dari fenomena yang kompleks dan dinamis (Milrad dkk, Model Facilitated Learning, 2003).

Keberhasilan dari pembelajaran berpusatkan model (PBM) ini bergantung pada beberapa hal yang berkaitan dengan pembuatan model dan penyajian model. Pembuatan model harus dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaitkan konsep-konsep dari mata kuliah dengan kondisi-kondisi riil yang ada atau yang sedang trend di masyarakat. Kaitan tersebut dibungkus dalam skenario tertentu yang nantinya akan menghasilkan model tertentu. Pembuatan skenario untuk model tidak rigid, bahkan menyerupai seni. Pembuat model harus memilih dengan hati-hati agar skenario yang dibuat dapat menghasilkan model yang melibatkan sebanyak mungkin cara penyajian dan dapat merangkum fenomena yang kompleks dan dinamis dari konsep-konsep mata kuliah. Selain dari itu, pilihan skenario juga harus mempertimbangkan keadaan peserta didik seperti cara belajar mereka selama ini dan pengetahuan-pengetahuan yang telah mereka punyai.

Sesudah skenario dipilih, maka tugas berat berikutnya adalah pembuatan model. Berdasarkan definisi PBM di atas, pengertian model adalah sangat luas. Model dapat berupa benda fisik yang dibuat secara mekanik atau dapat juga dibuat dengan menggunakan simulasi computer. Model dapat dibuat dengan menggunakan software canggih ataupun yang sederhana. Kecanggihan model tergantung pada konsep mata kuliah yang ingin disajikan. Model dapat dibuat untuk mata pelajaran dari level paling awal (sekolah dasar atau menengah) sampai dengan level perguruan tinggi.

Khusus untuk bidang matematika, Markus Hohenwarter menciptakan software geometri yang dinamis yang disebut GeoGebra pada tahun 2000-an yang cocok digunakan untuk membuat model dalam PBM. Sebagaimana kita ketahui bahwa entitas dasar geometri adalah entitas yang sederhana yaitu titik dan garis. Kemudian semua entitas lain seperti daerah dan ruang diturunkan dari titik dan garis. Sehingga jika kita bisa membuat entitas dasar tadi menjadi entitas yang dinamis maka keseluruhan entitas geometri yang kita punyai akan menjadi dinamis. Filosofi itulah yang mendasari diciptakannya GeoGebra.

Selain dari sifat geometri dinamis di atas, GeoGebra dibuat menjadi software yang ringan, gratis, open source, dan mudah dipelajari. Karena kelebihan-kelebihan tersebut maka tak heran GeoGebra menjadi software favorit untuk pembelajaran matematika di sekolah menengah di seluruh dunia. Software ini dapat di download di laman www.geogebra.org.

Dalam hal penyajian, PBM mempunyai dua pendekatan yaitu pembelajaran oleh pakar dan pembelajaran yang dituntun oleh diri sendiri. Pada pendekatan pertama, model dibuatkan oleh pakar atau pengajar, kemudian pengajar dan peserta didik berinteraksi di kelas menggunakan model yang sudah ada tersebut. Sedangkan pendekatan yang kedua adalah model dibuat oleh peserta didik sendiri. Kedua pendekatan tersebut memiliki nilai plus minus yang berbeda. Pada pendekatan pertama, model yang dibuat oleh pakar dan pengajar biasanya model yang sudah terstruktur dengan baik dalam ide atau penyajiannya. Sehingga nilai plus dari pendekatan pertama adalah pengajar dan siswa di dalam kelas dapat memfokuskan diri pada eksplorasi model dan upaya-upaya untuk pengambilan kesimpulan. Tapi nilai minus pendekatan ini adalah keterlibatan peserta didik pada model menjadi berkurang. Aspek lain seperti psikomotoris, kolaborasi, dan soft skill lain yang seharusnya dapat digali dengan PBM menjadi berkurang atau hilang.

Pada pendekatan yang kedua, nilai plus diperoleh dari bagian berseberangan dari nilai minus dari pendekatan pertama. Sedangkan nilai minus adalah model yang dibuat belum tentu model yang terbaik, terstruktur dalam ide dan penyajian. Pengajar harus berusaha lebih keras untuk mengupayakan agar peserta didik dapat menghasilkan model yang baik.

Kelemahan dari pendekatan pertama dan kedua dapat diatasi dengan menggunakan sumber materi pembelajaran matematika dengan GeoGebra yang sangat melmpah di internet. Sumber model matematika dengan GeoGebra dapat dicari pada laman www.geogebra.org yaitu pada bagian community. Para pemerhati pembelajaran matematika, baik itu siswa, pengajar, pakar, atau pemerhati matematika, mengumpulkan materi pembelajaran matematika dengan GeoGebra pada bagian GeoGebra Tube (meniru konsep You Tube).

Para peserta didik dapat dituntun oleh pengajar untuk memilih salah satu model di GeoGera Tube yang cukup bagus, kemudian menugaskan mereka untuk memproduksi ulang dengan skenario mereka sendiri. Hal ini akan mengatasi kelemahan pada pendekatan pertama tapi masih cukup tertuntun karena model yang dihasilkan berawal dari model yang sudah dibuat oleh pakar atau orang yang sudah mahir GeoGebra. Proses memproduksi ulang sesuai dengan skenario sendiri bukan hal yang sederhana sehingga kolaborasi dan kerjasama tim masih diperlukan. Hal ini tentu dapat menutupi kelemahan pendekatan pertama.