Usulan dalam RUU Pilkada: Kemendagri: Kepala Daerah Meninggal, Wakil Juga ‘Masuk Kubur’! fadjar June 5, 2012

Usulan dalam RUU Pilkada: Kemendagri: Kepala Daerah Meninggal, Wakil Juga ‘Masuk Kubur’!

Usulan dalam RUU Pilkada: Kemendagri: Kepala Daerah Meninggal, Wakil Juga ‘Masuk Kubur’!

Kamis, 31 Mei 2012 16:46:41 WIB
Reporter : Rahardi Soekarno J.

Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah telah menyusun RUU Pilkada dan diserahkan ke DPR RI. Ada beberapa hal menarik dan baru dalam RUU Pilkada tersebut. Di antaranya, wakil kepala daerah diusulkan oleh kepala daerah terpilih dan masa jabatannya adalah sesuai dengan menjabat kepala daerah.

Hal ini diungkapkan Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh SH MH dalam Seminar Nasional ‘Mencari Format Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang Demokratis dalam Rangka Terwujudnya Persatuan dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945’ di Ubaya, Kamis (31/5/2012).

‘Untuk menghindari politik rivalitas, masa jabatan wakil kepala daerah harus sama dengan kepala daerah. Jika kepala daerahnya meninggal atau berhalangan tetap, otomatis jabatan wakil kepala daerah juga berhenti. Nanti ditunjuk seorang penjabat atau pelaksana tugas memimpin pemerintahan provinsi,’ katanya.

Zudan Arif yang anggota tim penyusun RUU Pemda dan RUU Pilkada menjelaskan, beberapa hal yang sangat penting dalam RUU Pilkada di antaranya adalah Bupati/Walikota tetap dipilih secara langsung oleh rakyat dengan penyelanggara pemilihan KPUD, sedangkan gubernur dipilih DPRD dengan panitia pemilihan bersama dengan KPUD provinsi.

Kemudian, diperlukan persyaratan yang ketat untuk mendapatkan kepala daerah kapabel. Tingkat pendidikan diusulkan harus minimal sarjana dan tidak memiliki cacat moral. ‘RUU ini juga mengantisipasi munculnya politik dinasti dalam satu wilayah. Contohnya, ketika seorang menjadi gubernur Jatim, tidak boleh ada keluarganya yang menjabat sebagai bupati/walikota di Jatim. Secara yuridis nggak ada masalah, tapi secara etika pemerintahan bisa bermasalah,’ imbuhnya.

Dalam RUU Pilkada yang akan dibahas DPR RI pada 6 Juni 2012 itu juga diusulkan peserta pilgub dari parpol atau gabungan parpol. Dalam pilgub tidak dibuka ruang untuk calon perseorangan. Untuk pemilukada kabupaten/kota bisa berasal dari parpol, gabungan parpol dan perseorangan.

Yang menarik lagi, agar biaya pemilukada dapat dipangkas maka tidak dibolehkan lagi kampanye secara terbuka dengan model arak-arakan. Model kampanye diarahkan jadi pertemuan terbatas, dialog, penyebaran melalui media cetak dan elektronik, penyiaran melalui radio dan/atau televisi, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum dan debat terbuka calon.

‘Kami juga usulkan penyelesaian sengketa hasil pilgub dilakukan di Mahkamah Agung dan sengketa hasil pemilihan bupati/walikota di Mahkamah Konstitusi. Diatur pula penyelesaian sengketa tahapan pemilihan yang bersifat administratif di PTUN dan bersifat pidana di Pengadilan Negeri,’ ujarnya.

Pihaknya menyebut data Pilkada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 244 pilkada, sebanyak 164 merupakan incumbent, namun dari incumbent tersebut hanya 15 kepala daerah yang masih berpasangan dengan wakil yang lama.

‘Ini menunjukkan indikasi bahwa hanya 6,15 persen kepala daerah dan wakilnya dapat harmonis hubungan kerjanya. Untuk menghentikan rivalitas tersebut, kami usulkan hanya dipilih kepala daerahnya saja, wakil biar ditunjuk kepala daerah terpilih,’ pungkasnya. [tok/kun]

Sumber: BeritaJatim.Com

DPR bahas RUU Pilkada mulai 6 Juni

Surabaya (ANTARA News) – Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan bahwa DPR akan membahas RUU Pilkada mulai 6 Juni, sehingga diperkirakan RUU itu akan selesai pada akhir tahun ini.

‘Ya, kami diundang ke Gedung DPR pada 6 Juni untuk menjelaskan draft usulan pemerintah tentang RUU Pilkada,’ katanya setelah berbicara dalam seminar nasional tentang pilkada di Universitas Surabaya (Ubaya), Kamis.

Menurut dia, draft RUU Pilkada dari inisiatif pemerintah itu antara lain mengatur pilgub lewat proses di DPRD (bukan pemilihan langsung), pilgub dan pilwagub merupakan ‘satu paket’, dan pilkada yang tidak sama untuk masing-masing desa di seluruh Indonesia.

‘Ekses dari pilkada langsung antara lain hanya menonjolkan calon yang populer, sedangkan calon yang kapabel justru tidak dipilih, karena kalah popularitas,’ katanya.

Ia menjelaskan pilgub diarahkan untuk dipilih DPRD (bukan pemilihan langsung), karena tiga alasan yakni konstitusi, posisi gubernur sebagai ‘unit antara’, dana efektifitas.

‘Konstitusi kita mengatur Pilpres dipilih secara langsung, tapi pilkada dipilih secara demokratis, sehingga pemilihan secara demokratis itu bisa pilkada langsung dan bisa juga lewat DPRD,’ katanya.

Alasan lain, gubernur merupakan ‘unit antara’ yang menjadi wakil pemerintah pusat di regional, kemudian alasan efisiensi (biaya mahal dan potensi konflik tinggi), sebab 244 pilkada selama 2010 menghabiskan dana Rp4 triliun.

‘Karena itu, kami setuju dengan usulan Ketua DPR RI Marzuki Alie untuk menggelar pemilihan gubernur dan wakilnya dalam satu paket untuk menghindari rivalitas menjelang pilkada. Tahun 2010 ada 244 pilkada dan 164 pilkada di antaranya `incumbent` tapi hanya 15 persen yang pasangannya tetap,’ katanya.

Pilgub Jatim

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan pihaknya memang akan mengundang pemerintah untuk menjelaskan draft RUU Pilkada di Gedung DPR pada 6 Juni mendatang.

‘Kalau pembahasan selesai dalam 2-3 kali masa sidang, maka RUU Pilkada akan menjadi UU Pilkada pada akhir tahun ini, sehingga pilkada yang dimulai pada tahun 2013 akan menggunakan UU Pilkada,’ katanya.

Menurut anggota KPU Pusat Arief Budiman, Pilgub Jatim kemungkinan masih akan menggunakan pola lama atau pemilihan langsung (bukan lewat DPRD), karena pihaknya meyakini RUU Pilkada tidak akan selesai dalam tahun ini.

‘Kalau tidak selesai dalam tahun ini, maka Pilgub Jatim akan tetap merupakan pilkada langsung, karena tahapannya sudah dimulai pada awal Januari-Februari 2013, kecuali RUU Pilkada benar-benar selesai,’ katanya.

Sementara itu, Wagub Jatim H Saifullah Yusuf mengaku pasrah, apakah Pilgub Jatim menggunakan pemilihan langsung atau lewat DPRD, maka pola yang mana tidak terlalu dipersoalkan.

‘Kalau bisa ya sebaiknya pilkada langsung dilaksanakan dalam 2-3 periode, lalu dievaluasi. Kalau sekarang, Pilgub Jatim secara langsung `kan masih satu periode, sehingga tidak perlu terburu-buru evaluasi,’ katanya.

Ia menilai pilkada langsung itu menghasilkan pemimpin yang memiliki loyalitas kepada rakyat.

‘Gagasan dasarnya adalah pengelola uang rakyat hendaknya mendapatkan mandat langsung dari rakyat, lalu mandat yang didapat dari rakyat itu akan membuatnya berorientasi kepada rakyat dalam setiap perumusan programnya,’ katanya. (E011/E008)
Editor: B Kunto Wibisono

Sumber: www.antaranews.com

Wagub Jatim Setuju Pilkada Langsung Tetap Dipertahankan

suarasurabaya.net| Wakil Gubernur Jawa Timur memilih mempertahankan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung untuk 1-2 periode ke depan. Menurutnya, sistem ini menjamin semua orang bisa mencalonkan diri.

Saifullah Yusuf Wakil Gubernur Jawa Timur mengatakan dirinya setuju apabila sistem Pilkada masih tetap diberlakukan. Alasannya, sistem pemilihan langsung memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk mencalonkan diri. Selain itu, rakyat pun bisa terlibat langsung.

‘Kalau biaya (Pilkada) mahal, itulah demokrasi, tapi ekonomi rakyat kan juga tumbuh. Kertas, kaos, sosialisasi kampanye juga melibatkan rakyat,’ kata Gus Ipul saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Universitas Surabaya, Kamis (31/5/2012).

Bahkan, Gus Ipul juga setuju dengan adanya money politic. Toh, uang yang dikeluarkan kandidat juga ditujukan untuk rakyat. Pilkada juga sebaiknya hanya dilakukan dalam satu putaran sehingga biaya pun tidak membengkak.(git)

Sumber: SuaraSurabaya.Net

KPU Pusat Pesimis Revisi UU Pilkada Bisa Selesai Tahun Ini

suarasurabaya.net| KPU Pusat pesimis revisi UU pemilihan kepala daerah (Pilkada) bisa selesai tahun ini. Hingga kini, ada sejumlah rentetan UU politik yang masih menunggu dibahas di DPR.

UU politik itu adalah UU Partai Politik, Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilu Legislatif. Selain itu yang masih tersisa dan harus diselesaikan adalah UU Pilpres, revisi UU no 32 tahun 2004 yang akan dipecah menjadi 3 bagian yaitu UU Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan Pilkada.

‘Sekarang sduah selesai UU Pileg. Tahapan berikutnya UU Pilpres. Kalau tidak ada revisi, berarti seperti kemarin. Kalau ada (revisi), ya segera diselesaikan,’ kata Arief Budiman Anggota KPU Pusat pada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Universitas Surabaya, Kamis (31/5/2012).

Menurut Arief, apabila revisi UU Pilpres diselesaikan mepet dengan pelaksanaan Pilpres, KPU akan mengalami kerepotan. Ia sendiri berharap UU Pemda, Pemerintah Desa dan Pilkada bisa diselesaikan tahun ini. Hanya melihat banyaknya revisi yang harus dibahas oleh DPR, Arief merasa pesimis ketiganya bisa tuntas akhir tahun.

‘Ya sisa saja kalau DPR mau ngebut. Tapi melihat revisi UU selama ini, kayaknya tidak optimis. Bukan tidak mungkin, tapi saya tidak optimis, ‘ ujarnya.

Alhasil, pemilihan gubernur Jawa Timur sendiri bisa jadi akan menggunakan pola pemilihan yang lama. Sebab, tahapan Pilgub nampaknya akan mulai berlangsung pada Januari-Februari 2013 dan dilaksanakan pada September-Oktober 2013.

Sementara itu, Arief memandang revisi UU Pilkada harus mencakup aturan yang nantinya mengandung kemudahan-kemudahan. Dari sisi pemilih, aturan tersebut harus mempermudah mereka menyoblos dan mendaftar sebagai pemilih. Peserta juga harus mudah mencalonkan diri sebagai kandidat dengan biaya Pemilu murah dan sebaiknya cukup satu putaran. Selain itu, Pemilu juga harus rendah konflik dan tidak mempersulit proses penyelesaian sengketa.(git)

Sumber: SuaraSurabaya.Net

RUU Pilkada Demi Efisiensi dan Hindari Politik Rivalitas

suarasurabaya.net| Setidaknya ada dua hal yang diprediksi penuh perdebatan dalam pembahasan revisi UU pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang termaktub dalam RUU Pilkada. Yaitu pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRD dan kepemimpinan daerah yang tidak lagi satu paket.

Zudan Arif Fakrulloh Sekjen Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri mengakui dua masalah itu merupakan masalah krusial yang perlu dibahas secara mendalam. Meski demikian, pria yang juga menjadi anggota tim penyusun RUU Pemda dan Pilkada ini mengakui banyak yang mendukung dan setuju.

Dalam RUU Pilkada nanti, Kemendagri selaku wakil pemerintah mengusulkan agar pemilihan gubernur tidak lagi dilakukan secara langsung melainkan oleh DPRD. Argumennya, gubernur diposisikan sebagai wakil pusat di daerah. Hal ini tentu menjadikan Pilkada lebih efisien.

Menurut Zudan, pemilihan gubernur oleh DPRD tidaklah melanggar konstitusi dan tetap demokratis. Sebab, dalam konstitusi tidak mengharuskan adanya pemilihan langsung.

Selain itu, wakil gubernur nantinya juga tidak dipilih satu paket dengan gubernur. Namun, gubernurlah yang langsung menunjuk wakilnya. Ini sebagai cara untuk mengatasi ketidakharmonisan kepala daerah dan wakilnya. Data Pilkada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 244 Pilkada, sebanyak 164 merupakan incumbent. Tapi, dari jumlah itu, hanya 15 yang masih berpasangan dengan wakil yang lama. Artinya, hanya 6,15 persen kepala daerah yang memiliki hubungan kerja harmonis dengan wakilnya. Bahkan, ada kepala daerah yang baru menjabat 2-3 bulan sudah berpisah dengan wakil kepala daerah.

Selain itu menghindari politik rivalitas, masa jabatan wakil kepala daerah harus sama dengan kepala daerahnya. ‘Kalau kepala daerah meninggal atau tidak bisa melanjutkan jabatan, berarti wakilnya juga harus berhenti. Jabatan akan digantikan oleh Plt atau pejabat sementara,’ kata Zudan setelah menjadi pembicara dalam Seminar Nasional tentang Format Pilkada di Surabaya, Kamis (31/5/2012).

Keberadaan wakil kepala daerah juga bisa lebih dari satu orang atau bahkan tidak ada sama sekali. Ini bergantung pada luas wilayah dan jumlah penduduk di daerah yang bersangkutan. Untuk daerah dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta orang misalnya bisa memiliki 2 orang wakil. Mereka diangkat atau dipilih kepala daerah dan disahkan menteri dalam negeri.(git)

Sumber: SuaraSurabaya.Net