Yusti Probowati: Merangkul Anak-anak didik di Lapas fadjar May 7, 2012

Yusti Probowati: Merangkul Anak-anak didik di Lapas

Guru Besar psikologi forensik pertama di Indonesia ini kesehariannya menjadi Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Jawa Timur. Yusti, Prof Dr Yusti Probowati Rahayu biasa disapa, melakukan kerja inspiratif merangkul anak-anak LAPAS agar siap kembali ke masyarakat .

Sebagai anak dari orang tua yang berprofesi sebagai hakim, perilaku kriminal menjadi bahan diskusi keluarga sehari-hari. Ia pun jadi terbiasa mengamati perilaku manusia. Karena itu ketika kuliah, perempuan kelahiran Probolinggo, 22 September 1964 ini memilih fakultas psikologi forensic. Dan, ketika selesai S3 di Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, istri Ir M. Pujiono Santoso MM ini seakan beroleh amanah untuk menyumbangkan ilmu bagi sesama.

“Kebanyakan masyarakat kita masih miskin, tidak sanggup membayar psikologi, karenanya saya putuskan mendatangi klien saya di Lapas Anak Blitar (LAB),”ujar ibu dari Annisa dan Adistyana ini.

Sejak 2003 pehobi membaca dan menonton film crime ini rutin mendatangi LAB 3 bulan sekali. “Pada 2003 ada 80-an usia 16-21 tahun, kini 240 anak. Pada dasarnya mereka korban dari keluarga dan lingkungan yang tidak memenuhi psikologi sehingga jadi antisosial/psikopat. Kehadiran terapis psikologi amat dibutuhkan,” lanjutnya.

Tetapi sayangnya, di seluruh Lapas Anak di Indonesia hamper tidak ada psikolog. Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil sehingga tidak dapat melakukan terapi psikologi kepada mereka. Bahkan petugasnya juga tidak punya latar keilmuan psikologi, sehingga jadi frustasi menghadapi anak yang sulit diatur atau membangkang. Rahabilitasi pendidikan dan rehabilitasi rekreasi ada, tetapi rehabilitasi psikologi tidak ada. Sepatutnya meniru Lapas Anak di Australia yang dilengkapi dengan tim psikiater, psikolog dan pekerja social.

Yusti pun memperluas target pemberian terapi kepada para pengasuh. Ia membuat RUMAH HATI, tempat tinggal sementara selama 6 bulan bagi eks anak dari Lapas sebelum kembali ke masyarakat.
Yusti didukung tim kerja, salah satunya Margret Rueffler, PhD dari Peace Political Psychological Institute New York, dan sebelumnya bersama NGO Kindernothe Hilfe (KNH), Jerman, menyambangi Lapas TAngerang, Kutoarjo, Blitar dan Karangasem, Bali.

Kini Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR) itu tidak pernah bosan mempromosikan pentingnya ilmu psikologi forensic dalam membantu pihak berwajib dalam menangani berbagai kasus criminal dan pidana.
Kami tidak bisa mengubah sistem, tetapi hanya itulah yang bisa kami lakukan untuk anak-anak ini. Setidaknya membuat 1 anak survive dan bisa menjadi contoh untuk lainnya,” lanjut Yusti. (MT)

Sumber: majalah kartini edisi april 2012