Surabaya- Langkah Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) membatasi transaksi tunai didukung banyak pihak. Kebijakan tersebut diharapkan bisa mengurangi tindak pencucian uang dan tindak korupsi.
‘Kalau menurut saya, kebijakan ini tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. Setidaknya butuh waktu sepuluh tahun,’ kata pengacara kondang, Todung Mulya Lubis dalam kuliah tamu Transaksi Non Tunai dan Pemberantasan Korupsi di Universitas Surabaya, Sabtu (10/03). Waktu selama sepuluh tahun menurutnya karena dibutuhkan sosialisasi untuk pelaksanaannya.
Sebelumnya Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso meminta transaksi tunai yang diperbolehkan hanya sebesar Rp100 juta. Selebihnya, harus ditransfer lewat bank.
Menurut Todung, melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini seharusnya kebijakan tersebut dilakukan bertahap. Di tahun pertama, transaksi tunai masih diperbolehkan hingga batas Rp500 juta. Bertahap di tahun kedua menjadi Rp400 juta, Rp300 juta, Rp250 juta hingga menjadi Rp100 juta sesuai rencana PPATK.
Pria yang juga Ketua International Crisis Group Indonesia ini mengatakan, masyarakat utamanya di pedesaan masih sulit jika dipaksakan mengikuti kebijakan tersebut dalam waktu dekat.
‘Kalau misalnya petani mau jual sawahnya untuk naik haji kan susah. Perlu diingat bahwa lebih dari 50 persen penduduk Indonesia belum punya rekening di bank,’ ujarnya.
Untuk bisa mendorong pencapaian target tersebut, dikatakan Todung, mau tidak mau Bank Indonesia dan bank-bank harus terus sosialisasi dan memberikan edukasi agar mulai menabung di bank, tidak lagi di bawah bantal. Sedangkan khusus untuk BI, Todung menyadari masih menghadapi kesulitan berkaitan masalah politis terutama anggota DPR.
Oleh: Anggraenny Prajayanti-Editor: Vivi Irmawati
Sumber: https://www.centroone.com