Tujuan Bagus, tapi Kuliah Bisa Molor fadjar February 20, 2012

Tujuan Bagus, tapi Kuliah Bisa Molor

REKTOR Universitas Surabaya (Ubaya) Prof Joniarto Parung memiliki pendapat lain mengenai surat edaran Dirjen Dikti. Menurut dia, publikasi makalah di jurnal ilmiah memang bertujuan bagus, yakni mendongkrak karya ilmiah di kampus. Tapi, caranya dinilai kurang tepat. ‘Sangat reaktif,’ ujarnya.

Apalagi, tertulis jelas dalam surat edaran itu, salah satu yang dijadikan rujukan adalah kekalahan jumlah dari Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. ‘Itu kan hanya berpikir kuantitas. Semestinya tidak begitu,’ imbuhnya.

Dia menuturkan, ketentuan dalam jurnal ilmiah tersebut cukup berat. Terutama masalah reviewer. Setidaknya, untuk satu makalah yang dipublikasikan itu, butuh dua pakar yang punya keahlian untuk menjadi reviewer. ‘Bukan hanya dosen pembimbing yang jadi reviewer,’ tuturnya. Nah, kalau tidak bisa memenuhi persyaratan tersebut, makalah tak layak disebut jurnal ilmiah.

Selain itu, biasanya reviewer dibatasi jumlah makalah ilmiah yang diampu. Karena itu, kata dia, Dirjen Dikti perlu mengadakan pelatihan untuk mendidik reviewer. ‘Kalau sekadar publikasi, bolehlah. Tapi, jangan disebut itu sebagai jurnal,’ ujarnya.

Di Ubaya, kata dia, sistem pembuatan makalah ilmiah sebenarnya telah diterapkan. Tapi, itu hanya untuk skripsi mahasiswa yang mendapat nilai A atau B. Mereka diminta merangkum dalam makalah ilmiah sepanjang sepuluh halaman. ‘Pertimbangannya, ada hal baru dalam skripsi mahasiswa itu dan patut dipublikasikan,’ tuturnya.

Itu hanya masalah yang terjadi untuk strata satu yang disyaratkan pada jurnal ilmiah yang tak perlu akreditasi. Sementara itu, dalam starata dua, jurnal ilmiah harus termuat dalam akreditasi minimal dari dikti. Untuk S-3, jurnal harus jurnal internasional.

Kendala utama pada dua jurnal itu biasanya adalah masalah waktu. Sebab, pemuatan dalam jurnal ilmiah butuh waktu lama. Nah, bagi si mahasiswa, tentu masa studi bisa semakin molor. ‘Bisa enam bulan sampai dua tahun,’ kata profesor yang juga menjadi reviewer di jurnal internasioanal terbitan Emerald tersebut.

Selain itu, topik dalam jurnal biasanya mengulas hal yang spesifik. Belum tentu penelitian mahasiswa program doktor itu sesuai dengan kriteria yang sedang diambil pada jurnal ilmiah internasional. ‘Kadang materinya bagus, tapi tidak sesui dengan yang di jurnal,’ katanya. (jun/kit/c5/oni)

Dikutip dari : Jawa Pos, 17 Februari 2012