The Soerabaja, Suvenir plus Mainan fadjar February 3, 2012

The Soerabaja, Suvenir plus Mainan

SURABAYA – Alternatif baru suvenir bertema Surabaya dibuat Rendy Setiawan. Mahasiswa Jurusan Desain Manajemen Produk Ubaya itu mengombinasikan suvenir yang hanya dipajang dengan permainan. Dia menarget segmen turis asing atau ekspatriat.

Karakter utama dalam permainan yang dinamai The Soerabaja itu dibuat dari kayu jati dan pinus. Dia menampilkan sosok buaya dan ikan hiu yang menjadi ciri khas Kota Pahlawan dengan bentuk yang lumayan lucu. Bagian kepala dibuat lebih besar daripada badan model tersebut. ‘Sebagai suvenir, dua karakter ini sudah bisa dipajang,’ kata Rendy lantas menunjukkan model buaya.

Namun, bila ingin memperoleh keasyikan, suvenir itu bisa dimainkan. Mahasiswa angkatan 2007 itu mendesain permainan yang mengandalkan ketepatan dan strategi. Sebuah papan kayu dibagi dalam dua daerah untuk buaya dan ikan hiu. Setiap bidang itu punya 20 lubang.

Lubang itu digunakan sebagai sasaran kelereng-kelereng kayu yang ditembakkan dari per di bawah karakter buaya atau ikan hiu. Bila kelereng bisa masuk ke lubang, pemain mendapatkan poin. Pemain yang paling banyak menutup lubang dengan kelereng dalam waktu tertentu dinyatakan sebagai pemenang.

‘Biar lebih seru, ada golden hole dan silver hole,’ ujarnya. Pemain akan langsung menang bila memasukkan kelereng kayu pada golden hole. Untuk silver hole yang ditandai dengan lubang hitam, pemain bisa mendapatkan satu kartu dari empat kartu. Isinya, antara lain, miniatur Tugu Pahlawan, Bambu Runcing, Hotel Oranje, dan House of Sampoerna. ‘Miniatur itu bisa dijadikan benteng dari serangan lawan,’ ujarnya.

Rendy menjadikan seperangkat suvenir itu sebagai tugas akhir. Dia mendapatkan nilai A untuk usahanya membuat alat permainan itu. ‘Sejak awal dia sudah tertarik dengan alat permainan,’ kata Guguh Sujatmiko, dosen pembimbing Rendy.

Pada saat mengerjakan karyanya itu, Rendy sampai harus menyebarkan kuesioner kepada turis mancanegara dan ekspatriat. Responden yang dia ambil berjumlah 65 orang. Mereka ditanyai tentang bentuk yang lebih disukai sebagai oleh-oleh. ‘Hasilnya, mereka suka dengan miniatur. Tapi, dengan permainan mereka juga lebih suka,’ tuturnya.

Pada saat pengambilan sampel itu, Rendy harus menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan ekspatriat dalam jumlah banyak. Dia beruntung, beberapa waktu lalu ada kapal pesiar yang singgah di pelabuhan Tanjung Perak. ‘Saya manfaatkan momen itu untuk wawancara dan menyebarkan kuesioner,’ ujarnya. Tempat lain yang dia datangi adalah sebuah toko di Jalan Sulawesi.

Setelah selesai dengan semua ujian skripsinya, Rendy berencana memajang karyanya itu di House of Sampoerna. Dia berharap karyanya itu bisa dinikmati dan ada yang bermint untuk mengkoleksi. Dia menaksir harga untuk karyanya itu sekitar Rp 4,5 juta. Sebab, kayu yang dia manfaatkan Jati pilihan dan pinus. Selain itu, proses pembuatannya butuh waktu yang tidak sebentar. ‘Yang bikin mahal itu idenya,’ kata Rendy, lantas tersenyum lebar. (jun/c2/oni)

Dikutip dari: Jawa Pos, Jumat, 3 Februari 2012