Batik dan Industri Kreatif Indonesia fadjar October 3, 2011

Batik dan Industri Kreatif Indonesia

Yuwono B Pratiknyo

Ko.Program Desain dan Manajemen Produk UBAYA
Kepala Laboratorium Desain Produk UBAYA

Hari ini 2 Oktober merupakan hari batik nasional. Batik sebagai budaya asli Indonesia sudah mendapatkan pengakuan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain di belahan dunia ini. Ada satu hal yang mengusik pikiran kita , sudahkah batik yang sudah diakui dunia menjadi budaya Indonesia ini menjadi tuan rumah di negri sendiri, sudahkah batik ini menjadi bagian dari mode dan trend kehidupan masyarakat Indonesia yang memang cenderung konsumtif dan mudah dipengaruhi oleh budaya asing ini?

Kalau kita menjawab pertanyaan diatas, rasanya kita belum menjadikan batik menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Seandainyapun batik kita pakai biasanya karena regulasi/peraturan yang mewajibkan pada hari-hari tertentu “memaksa” kita memakai batik, tanpa ada rasa memiliki batik sebagai budaya Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah batik sendiri sudah mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengusaha batik dan pelaku distribusi dan bisnis dari batik? Dengan memproklamasikan batik sebagai budaya Indonesia, seharusnya batik sudah mampu menghidupi masyarakat dan pelaku bisnis ini.

Namun pada kenyataanya batik belum secara signifikan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Serbuan tekstil dan pakaian dari luar begitu hebatnya sehingga masyarakat enggan memakai batik yang pada kenyataanya tidak mampu terbeli oleh masyarakat di Indonesia sendiri. Kita ambil contoh riel, Batik khas Madura misalnya, Batik asli memiliki harga 10 ndash; 20 kali harga dari baju-baju import yang masuk ke Indonesia. Untuk masyarakat menengah kebawah akan berpikir beberapa kali untuk menjadikan batik sebagai baju sehari-hari. Jadi bagaimana kita mampu menjadikan batik menjadi tuan rumah di negeri sendiri kalau batik tidak mampu terbeli oleh bangsa sendiri. Ketika masyarakat tidak mampu membeli maka dampak secara langsung akan terasa bagi pengrajin dan alur distribusi perdagangan batik itu sendiri. Dengan mengandalkan wisatawan yang menjadikan batik sebagai sovenir saja rasanya tidak cukup untuk menutupi biaya produksi, transportasi, sewa stand dan pengeluaran lainnya.

Peran Pemerintah dan Institusi Pendidikan sangat diperlukan dalam menyelesaikan problematika ini, bagaimana membuat suatu regulasi yang mampu mengangkat harkat dan martabat pelaku usaha batik, bagaimana membuat atau menciptakan produk-produk batik tidak saja hanya dipakai sebagai bahan sandang, tetapi bagaimana menjadikan batik menjadi bahan dasar produk-produk kreatif lainnya.

Idustri Kreatif Batik
Indonesia sebagai negara majemuk memiliki ragam budaya yang beraneka ragam mulai dari busana, rumah tinggal sampai pada permainan tradisionalnya. Batik sebagai industri kreatif memiliki beberapa corak dan kekhasan yang berbeda-beda, sebagai contoh batik khas Cirebon, batik khas Jogja, batik khas Bali dan lain sebagainya.

Kekayaan motif yang beraneka ragam ini sebetulnya merupakan potensi besar yang layak dikembangkan. Produk Batik sebetulnya bisa dikembangkan tidak hanya produk yang berorirntasikan sebagai produk sandang saja, namun bisa dikembangkan menjadi produk-produk kreatif seperti education game, craft dan souvenir sampai ke interior desain. Namun pada kenyataannya, Orientasi dan keahlian pengrajin batik pada umumnya hanya berkutat pada media kain saja. Padahal sebetulnya motif batik bisa diaplikasikan ke media-media yang lain . Gap pada tingkat kreatifitas inilah yg layak mendapatkan pembinaan dan perhatian kita semua.

Pendidikan yang berkaitan dengan industri kreatif perlu kita kembangkan dan mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah dan dunia pendidikan. Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan seni dan budaya. Pendidikan dibidang Industri Kreatif layak dipertimbangkan. Potensi yang besar di bidang industri kreatif layak disandingkan dan disinergikan dengan keindahan bangsa Indonesia yang “gemah ripah loh jinawi” ini.
Pendidikan industri kreatif, bisa dimulai dari level Sekolah menengah Kejuruan (SMK) dan dilanjutkan ke tingkat Diploma dan Sarjana Strata 1. Pendidikan industri kreatif perlu digarap untuk mengasah tenaga-tenaga muda yang handal dan kreatif sehingga produk-produk batik bisa dapat berkembang menjadi produk-produk kreatif lainnya.