Family Technostress dan Techno-cocoan fadjar May 16, 2011

Family Technostress dan Techno-cocoan

oleh:
Listyo Yuwanto
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Kemajuan teknologi berdampak positif dan negatif. Dampak positif kemajuan teknologi adalah membantu mempermudah kehidupan manusia, misalnya pekerjaan, komunikasi dan kehidupan sosial. Sebagai contoh dengan adanya teknologi telepon genggam maka komunikas menjadi lebih mudah, interaksi tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Internet dapat menjadi alternatif mencari informasi, bisnis, ataupun relasi sosial. Situs jejaring sosial juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah psikologis misalnya kesepian (loneliness) ataupun kebosanan saat memiliki waktu luang (leisure boredom).

Namun kemajuan teknologi juga berdampak negatif yang dikenal dengan istilah Techology Stress (Technostress). Technostress didefinisikan menjadi dua definisi, pertama technostress adalah ketidaknyamanan psikologis karena tidak mampu menguasai atau mengikuti perkembangan teknologi, dan kedua technostress adalah ketergantungan individu pada teknologi yang berdampak pada ketidaknyamanan secara fisik dan psikis. Berdasarkan dua pengertian technostress maka dapat disimpulkan bahwa technostress adalah ketidaknyamanan secara fisik dan psikologis yang disebabkan oleh teknologi.

Bentuk-bentuk technostress dapat berupa antara lain Internet addict, mobile phone addict, game online addict, perilaku soliter yang berlebihan, merasa rendah diri dan tertekan saat tidak mampu menguasai suatu teknologi tertentu, saat bekerja tidak bisa optimal ketika LCD atau komputer rusak karena selama ini telah sangat menggantungkan dengan teknologi, dan beberapa bentuk lain yang menunjukkan bahwa teknologi dapat menyebabkan ketidaknyamanan secara fisik ataupun psikologis. Technostress dapat terjadi pada berbagai area kehidupan misalnya saja di tempat kerja (work technostress) ataupun pada kehidupan keluarga (family technostress).

Hasil penelitian Riasnugrahani (2011) pada 219 mahasiswa sebuah universitas di Bandung menunjukkan bahwa mahasiswa lebih mengalami technostress jenis family technostress. Gambaran family technostress yang dialami adalah kehadiran teknologi berdampak pada berkurangnya kualitas interaksi antara anggota keluarga. Anggota keluarga secara bersama-sama menghabiskan waktu dengan menggunakan teknologi yang dimiliki. Artinya kesendirian dalam kebersamaan, karena kualitas interaksi dan komunikasi dalam keluarga tergolong rendah. Bersama hanya secara fisik tetapi secara psikologis dan perilaku anggota keluarga tersebut terpisah.

Hasil penelitian Yuwanto (2010) pada 200 mahasiswa sebuah universitas di Surabaya juga menunjukkan bahwa penggunaan telepon genggam yang berlebihan berdampak pada relasi anggota keluarga yang kurang hangat. Saat makan malam, di meja makan setiap anggota keluarga asyik dengan telepon genggam masing-masing, anak-anak menjadi lebih suka menghabiskan waktu bermain game atau menonton televisi daripada bercerita tentang pengalaman hidupnya ke orangtua, orangtua atau orang dewasa lebih suka membuka Internet daripada berinteraksi dengan anak-anaknya, anak-anak menjadi lebih mudah mengutarakan keinginannya kepada orangtua secara tertulis dengan menggunakan pesan singkat melalui telepon genggam daripada mengutarakan secara langsung meskipun sama-sama berada di rumah. Hal ini dapat menggeser atau merubah kebiasaan berkomunikasi secara lisan dan makin menguatkan mitos karakteristik orang Indonesia yang sulit untuk mengutarakan perasaan secara verbal dibandingkan tertulis.

Kondisi kesendirian dalam kebersamaan karena teknologi disebut dengan techno-cocoan yaitu individu terisolasi dan komunikasi yang berkurang karena menghabiskan waktu dengan teknologi (Riasnugrahani, 2011). Individu terbungkus dengan teknologi, terutama teknologi komunikasi yang dimiliki atau yang digunakan, individu asyik dan merasa nyaman dengan teknologi tersebut sehingga saat bersama dengan orang lain, orang lain seolah-olah di nomor duakan atau bahkan dianggap tidak ada karena tidak adanya interaksi komunikasi. Sebuah kondisi yang saat ini sedang terjadi dalam kehidupan kita. Kalau dulu saat berada di perjalanan misalnya di kereta api, pesawat, atau menunggu kedatangan atau keberangkatan angkutan umum, individu dapat berinteraksi dengan orang baru untuk mengusir kesendirian sekaligus sebagai cara jejaring sosial, sekarang individu lebih memilih menggunakan telepon genggam untuk mengusir waktu dan kesendirian. Namun semua ini adalah pilihan, masih ada orang-orang yang masih mau berinteraksi dan tidak mengalami techno cocoan.
Family technostress berdampak pada fungsi keluarga menjadi tidak optimal, relasi kehangatan dan intimasi menjadi berkurang, seperti kata sindirian kemajuan teknologi komunikasi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Saran yang dapat diberikan untuk mengurangi family technostress adalah membangun techno-family system yang sehat dengan membuat aturan penggunaan teknologi dalam keluarga (Riasnugrahani, 2011), misalnya saat bersama dengan keluarga kurangi intensitas penggunaan teknologi, menyeimbangkan kebersamaan dalam keluarga, penerapan teknologi tepat guna bagi setiap anggota keluarga, orangtua harus mau mempelajari teknologi, dan beberapa cara lain yang sesuai dengan kondisi keluarga tanpa harus menolak kehadiran kemajuan teknologi dalam keluarga.

Sumber Referensi

Riasnugrahani, M. (2011). Pembentukan techno-family system sebagai upaya mengatasi family technostress. Hasil penelitian disampaikan pada Psychology Village 2 Harmotion : It’s our nation, it’s our concern. Universitas Pelita Harapan Jakarta, 4 April 2011.

Yuwanto, L. (2010). Mobile phone addict. Surabaya : Putra Media Nusantara Surabaya.

Yuwanto, L. (2011, 2 April). Family Tehcnostress. Surabaya Pos, hlm. 8.