Dari Stan Franchise hingga Warung Kopi: Tempat Nongkrong Favorit Mahasiswa di Timur Surabaya fadjar May 17, 2010

Dari Stan Franchise hingga Warung Kopi: Tempat Nongkrong Favorit Mahasiswa di Timur Surabaya

Bisa Fitness di Kantin atau Internetan di Warkop

RUANG berukuran 20 x 10 meter tersebut dipenuhi deretan meja dan kursi. Berbagai macam kios franchise berjajar beraturan di pinggir kanan-kiri ruangan.

Itulah kantin Fakultas Ekonomi, Universitas Surabaya (Ubaya), tempat nongkrong paling favorit mahasiswa di kampus universitas tersebut yang terletak di kawasan Tenggilis. Pada hari-hari perkuliahan, tak hanya anak-anak ekonomi yang berjubel di tempat itu. Banyak juga mahasiswa dari fakultas lain.

‘Makanannya paling lengkap,’ ujar Paulus Rony Ngai SSn, marketing and communication Ubaya. ‘Kantin ekonomi juga paling luas dibanding kantin lain di kampus kami,’ tambahnya.

Menu makanan di kantin ekonomi Ubaya memang beragam. Mulai yang disajikan stan franchise sampai makanan tradisional. Ada pula stan yang menggabungkan keduanya. Mitra Ubaya contohnya. Mulai empek-empek hingga nasi goreng China ada di sana.

Di samping ragam makanan serta luasnya tempat, gelombang wifi gratis yang tersedia menjadi daya tarik tersendiri. ‘Jadi, bisa makan sambil internetan, kan asyik’ tutur Inge Olivia, mahasiswi Jurusan Teknik Industri, Ubaya.

Kantin ekonomi juga dilengkapi persewaan komik dan DVD. ‘Harga sewanya bersaing dengan harga sewa di luar,’ imbuh Rony. Ada pula layanan fotokopi. Lalu lantai atas dilengkapi gedung fitness yang bisa digunakan secara bebas oleh mahasiswa.

Berbeda kampus tentu berbeda preferensi. Kalau di Ubaya kantin ekonomi yang berfasilitas lengkap yang digemari, lain ceritanya di Universitas Airlangga (Unair). Kantin FISIP yang ‘murah dan merakyat’ menjadi jujukan utama mahasiswa di kampus B universitas yang memiliki tiga kampus terpisah tersebut.

‘Harganya kami sesuaikan kantong mahasiswa,’ tutur Eko Wibowo, pemilik warung Bu Eko, satu di antara tujuh warung di kompleks kantin FISIP. ‘Dengan uang tiga ribu rupiah saja, mahasiswa sudah bisa makan kenyang.’

Sebagaimana umumnya mahasiswa, terutama mereka yang kos, murah adalah hal pertama yang dikejar dari suatu tempat makan atau nongkrong. Kalau harga sudah bersahabat dengan kantong, semua jadi terasa enak.

‘Makan di sini (kantin FISIP) rasanya kayak makan di rumah,’ ujar Annisa Widyawati, mahasiswi Jurusan Sosiologi, Unair.

Tempat nongkrong favorit mahasiswa tentu tak hanya berkisar tempat makan. Kenyamanan -tentu kenyamanan kelas mahasiswa- juga diutamakan. Karena itu, mereka bisa bebas berbincang, baik tentang kuliah, pacar, dosen yang galak atau cantik, atau bahkan politik. Kantin FISIP Unair, contohnya, adalah salah satu episentrum gerakan proreformasi 1998 di Unair.

Di kawasan Surabaya Timur yang dijejali kampus, tentu tak hanya Ubaya dan Unair yang para mahasiswanya punya tempat klangenan. Di ITS, salah satu tempat cangkrukan terkenal di kalangan mahasiswa adalah Aulia Jumbo Juice.

Di tempat tersebut dijual beragam jus buah dengan porsi jumbo dan harga yang ‘mahasiswa banget’. Rata-rata Rp 4 ribu. Dijual pula kopi, teh, susu, dan beraneka minuman sachet.

‘Kalau kepala pusing malam-malam, bingung mau ngapain, ya ke Jumbo Jus (sebutan lain Aulia Jumbo Juice, Red),’ tutur Gilang Akbar Alfatah.

Menurut mahasiswa yang aktif di berbagai himpunan mahasiswa tersebut, Aulia Jumbo yang buka setelah magrib juga tak jarang dijadikan tempat rapat organisasi. Cangkruk di sana juga memudahkan anak-anak ITS mendapat informasi tentang kampus maupun hal-hal lain. Termasuk barang elektronik.

‘Di Jumbo Jus kan kadang ada mahasiswa yang jualan telepon seluler bekas juga,’ kata mahasiswa jurusan teknik dan metalurgi itu.

Sedangkan Hamidatul Kusnia, mahasiswi jurusan kimia, melihat Jumbo Jus sebagai tempat rendezvous yang paling pas dengan kawan-kawan dari jurusan lain.

Sementara itu, tak sedikit mahasiswa kampus-kampus yang berlokasi di daerah Nginden Semolo memilih warkop alias warung kopi pedagang kaki lima di median jalan sebagai tempat kongkow-kongkow. ‘Selain para sales atau pekerja lapangan, kebanyakan pembeli warkop saya memang mahasiswa Unitomo, Perbanas, dan Untag,’ ungkap Joko Supriyanto, pemilik Warkop Joko, salah satu warung kopi di sana.

Menurut Akib Ridho, mahasiswa Jurusan Informatika, Unitomo, kelebihan warkop di kawasan tersebut adalah ketersediaan wifi gratis. Pemasang gelombang wifi itu bukanlah warkop, melainkan kampus di sekitar lokasi tersebut. (upi/rio/c2/ttg)

dikutip dari Jawapos, 18 Mei 2010