Korupsi di Sektor Swasta Lebih Merugikan Negara fadjar March 11, 2010

Korupsi di Sektor Swasta Lebih Merugikan Negara

suarasurabaya.net| Tindakan korupsi tidak hanya terjadi di sektor publik dan menimpa pejabat pemerintahan. Korupsi ternyata juga merambah sektor swasta. Kasus Century ataupun krisis global yang menimpa negara adidaya Amerika Serikat menjadi bukti bahwa korupsi juga terjadi di sektor swasta.

Baik di sektor publik maupun swasta, korupsi sangat merugikan. Tidak hanya dilakukan oleh pejabat negara tapi juga bisa dilakukan seorang manager keuangan atau pemilik perusahaan. Di sektor swasta, kerugian lebih dirasakan oleh investor. Meski demikian, menurut Dr. PUTU ANOM MAHADWARTHA, S.E., M.M Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya (Ubaya), korupsi yang terjadi di dalam sektor swasta juga bisa menimbulkan kerugian yang besar.

‘Bahkan, dampaknya lebih besar jika dibandingkan korupsi di sektor publik. Di Amerika Serikat misalnya. Berdasarkan penelitian, korupsi di sektor swastanya sangat besar sehingga mengakibatkan krisis global yang dampaknya lebih besar,’ ujarnya.

Hal inilah yang hendak diperkenalkan oleh PUTU kepada khalayak dalam Rapat Terbuka Senat Ubaya dalam rangka Dies Natalis ke-42 Ubaya, Kamis (11/03). Selama ini, masyarakat hanya menganggap bahwa korupsi yang merugikan hanya dilakukan oleh pejabat publik. Pada dasarnya, penyalahgunaan pengelolaan keuangan yang diakukan oleh siapapun, termasuk manajer atau pemilik perusahaan bisa disebut sebagai korupsi.

Masih ingat kasus Century yang sebenarnya lekat dengan unsur korupsi. Tapi, akhirnya tersamar karena dihubungkan dengan persoalan politik. Sehingga masalah ekonomi hampir tak tersentuh. Nasabah pun protes karena tidak mendapatkan uang mereka kembali.

PUTU mengakui korupsi di sektor swasta memang sulit dibuktikan. Penelitian mengenai hal ini pun masih harus didukung dengan argumentasi dan riset ilmiah. Namun, dari beberapa penelitian, PUTU yakin bahwa korupsi di sektor swasta memang benar-benar ada. Korupsi yang dilakukan manager misalnya lebih tersembunyi daripada jika dilakukan pejabat negara.

‘Apakah itu juga alasannya korupsi di sektor swasta tidak diberikan aturan jelas. Tapi, korupsi di sektor swasta, uang atau dananya justru sangat besar dan lebih berpengaruh pada perekonomian negara terutama di negara yang menganut model kapitalisme, seperti Indonesia,’ tuturnya pada suarasurabaya.net, Kamis (11/03).

Setidaknya, PUTU merumuskan beberapa indikator untuk bahwa telah terjadi korupsi di sebuah perusahaan. Diantaranya adalah tahapan pertumbuhan, penurunan, maturity dan tahapan star. Disebut tahapan pertumbuhan bila pertumbuhan bisnisnya tinggi dan kas keuangan rendah. Penurunan apabila pertumbuhan dan keuangannya terbatas. Maturity jika pertumbuhan bisnis lemah tapi keuangan tinggi. Sedangkan tahapan star adalah pertumbuhan dan keuangan tinggi.

Menurut PUTU, korupsi sangat rentan terjadi pada tahapan penurunan dan maturity. Sebab, korupsi itu lebih memungkinkan dilakukan apabila pertumbuhan stabil tapi keuangan banyak sebagai akumulasi pertumbuhan sebelumnya.

PUTU juga menyebut beberapa hal yang bisa menjadi indikator korupsi di perusahaan. Antara lain hak kepemilikan, afiliasi kelompok dan kepemilikan keluarga. Tapi, ini masih perlu dibuktikan lagi.(git/ipg)

dikutip dari suarasurabaya.net
11 Maret 2010, 13:59:11| Laporan Agita Sukma Listyanti