Mahasiswa Ubaya Ciptakan Mesin Pengering Terasi – Cepat Kering dan Tak Terpengaruh Cuaca fathulhusnan June 27, 2007

Mahasiswa Ubaya Ciptakan Mesin Pengering Terasi – Cepat Kering dan Tak Terpengaruh Cuaca

PRIANTO mahasiswa Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya) berhasil merancang karya inovatif yaitu mesin pengering terasi. Alat ini mampu menjadikan terasi cepat kering, dan karena menggunakan pemanas bertenaga listrik, maka faktor cuaca yang selama ini menjadi kendala industri terasi rakyat, tidak lagi menjadi bermasalah.

Mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Ubaya kelahiran Surabaya, 10 Juni 1984 ini tertantang mendesain pengering terasi karena ia melihat ada banyak persoalan di industri yang kelihatannya sepele tapi
sesungghnya butuh pemikiran-pemikiran inovatif untuk bisa terus eksis.

‘Karena itu, selain saya merancang alat ini, dipertimbangkan pula faktor kenyamanan pekerja dengan menganalisis keluhan rasa sakit dari pekerja dibandingkan dengan alat tradisional dengan pengeringan menggunakan sinar matahari dan alat baru bertenaga listrik,’ kata PRIANTO dalam rilis yang dikirim pada suarasurabaya.net, Senin (25/06).

Putra ketiga dari empat bersaudara pasangan EMILYA CHANDRAWATY dengan YOPI SOENGKONO ini berhasil melakukan mengukuran terhadap keluhan rasa sakit pekerja pada bagian lengan, karena saat mengunakan alat pengering bertenaga matahari, mereka harus membawa keluar-masuk tampah berukuran 1 x 1,5 meter.

‘Melalui penyebaran kuesioner nordic body map saya berhasil mengetahui keluhan rasa sakit yang dialami pekerja. Sebagian besar dirasakan pada bagian lengan atas, lengan bawah, dan pada bagian betis,’ kata alumni SMAK
Stella Maris Surabaya ini.

Dikatakannya, melalui alat rancangannya itulah ia berhasil menganalisis konsumsi energi kerja yang terjadi penurunan sebesar 8,98 persen dari 250,5 kcal per jam menjadi 228 kcal per jam.

Bukan hanya itu, PRIANTO juga berhasil mengukur waktu proses pengeringan yang dengan menggunakan alat rancangannya butuh waktu hanya 90,78 menit pada suhu 110 derajat celcius untuk kapasitas pengeringan sebanyak 1.500 kg per hari, sementara pada proses tradisional, dengan cuaca cerah, untuk menghasilkan kapasitas 1.000 kg dibutuhkan waktu 7 jam. ‘Ini artinya dengan alat baru jauh lebih efisien dan membuat kenyamanan bagi pekerja,’ katanya.

Bagaimana rancangan alatnya? Alat berbahan stenlis steel pada dinding bagian luarnya itu berukuran 1 x 0,5 meter, pada bagian dalam dipasang pemanas dengan kontrol termostat, sehingga panasnya tetap stabil. Pemanas akan mati dengan sendirinya jika melebihi suhu yang dikehendaki, kemudian kembali pada suhu semula dengan bantuan pendingin atau blower, yang sekaligus berfungsi untuk meratakan arus pemanasan pada permukaan terasi yang dikeringkan sekaligus pula untuk mengeluarkan uap air.

‘Melalui desain alat itu waktu pengeringan bisa lebih cepat dan tidak tergantung cuaca, sehingga produktivitas bisa ditingkatkan dan biaya bisa ditekan,’ kata Prianto yang berhasil mendesain alat itu selama dua bulan dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 1,5 juta belum termasuk ongkos kerja.

Ditambahkannya, alat yang didesain dan dilakukan pehitungan itu belum dilengkapi dengan isolator. Ini artinya, jika dikasih penyekat isolator, maka kemungkinan besar bisa lebih hemat, karena semua energi panas akan dimanfaatkan untuk proses pengeringan.

‘Yang perlu juga diketahui, alat ini bersifat feleksibel. Artinya dirancang saat ini untuk pengeringan terasi, tapi sesungguhnya bisa pula dimanfaatkna untuk mengeringkan bahan-bahan lain yang tipis, seperti bahan-bahan untuk jamu dan rempah-rempah, dengan cara mengatur suhu pemanasan yang dibutuhkan,’ katanya.

Apa bedanya dengan open manual? ‘Sangat beda, kalau open manual kita tidak bisa mengontrol suhu didalamnya, sedang pada alat pengering ini suhunya bisa dikontrol dan disesuaikan dengan kebutuhan suhu yang memang diiginkan untuk mengeringkan bahan-bahan yang ada, dan secara otomatis pula pemanas akan mati jika suhunya terlalu tinggi,’ kata PRIANTO yang berhasil memperoleh nilai AB dari rancangan alatnya itu pada skripsi yang telah
dipertahankannya.(ipg/ipg)

dikutip dari: suarasurabaya.net, 27 Juni 2007.